Kebiasaan yang jarang sekali dilakukan oleh guru di dalam kelas adalah memberikan reinforcement (penguatan) kepada siswa, jarang sekali kita mendengar guru mengatakan “bagus” atau mengacungkan jempol kepada siswa yang berhasil menjawab pertanyaan yang dilontarkan. Padahal salah satu kompetensi profesional yang harus dimiliki seorang guru adalah mampu membangkitkan motivasi belajar siswa dan reinforcement merupakan salah satu cara yang efektif untuk membangkitkan motivasi belajar siswa. Sumantri dan Permana (1999:274) menyebutkan beberapa tujuan yang bisa dicapai dari pemberian reinforcement yaitu:

  1. Membangkitkan motivasi belajar peserta didik,
  2. Merangsang peserta didik berpikir lebih baik,
  3. Menimbulkan perhatian perserta didik,
  4. Menumbuhkan kemampuan berinisiatif secara pribadi,
  5. Mengendalikan dan mengubah sikap negatif peserta didik dalam belajar ke arah perilaku yang mendukung belajar.

Secara umum reinforcement bermanfaat bagi siswa karena akan meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi belajar merupakan salah satu hal yang penting dalam belajar karena melalui motivasi maka seseorang akan mau untuk belajar. Bagaimana mekanisme tumbuhnya motivasi akibat reinforcement?

Maslow pernah mengatakan bahwa setiap manusia memiliki hirarkis kebutuhan dari mulai kebutuhan fisik, rasa aman, penghargaan, dicintai dan mencintai, aktualisasi diri, dan kebutuhan akan pengetahuan. Sebenarnya reinforcement yang guru berikan merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan dihargai, dicintai bahkan sebagai salah satu bentuk bahwa subjek belajar telah berhasil membuktikan dirinya (aktualisasi diri), tentu saja ketika kebutuhan subjek belajar terpenuhi ini maka ia akan merasakan kepuasan yang akan mendorongnya untuk kembali melakukan hal yang sama. Pengalaman di dalam kelas ketika salah seorang siswa yang nakal diberikan reinforcement karena siswa tersebut secara kebetulan bisa menjawab pertanyaan yang dilontarkan, menunjukkan perilaku kebiasaan berbuat onar ketika jam pelajaran menjadi berkurang bahkan siswa tersebut berbalik menjadi siswa yang aktif berpartisipasi ketika pertanyaan di lontarkan kepada seluruh siswa di kelas. Dari contoh di atas, selain untuk membangkitkan motivasi, reinforcement juga berguna untuk mempertahankan perilaku yang diinginkan dari subjek belajar.

Dalam sejarah teori belajar sendiri, reinforcement dipakai hampir di setiap aliran teori belajar, teori belajar behavioristik yang menekankan kepada stimulus dan respon, menggunakan reinforcement sebagai bentuk stimulus lanjutan untuk mempertahankan respon yang tepat, teori belajar psikologi humanistik juga menekankan pentingnya motivasi agar siswa bisa mengeluarkan potensi dalam dirinya. Namun perlu diingat bahwa reinforcement yang kita berikan haruslah diberikan dalam situasi dan waktu yang tepat agar bisa efektif, terdapat beberapa situasi yang cocok dalam memberikan penguatan (Aunurrahman, 2009:130) yaitu:

  1. Pada saat peserta didik menjawab pertanyaan, atau merespon stimulus guru atau peserta didik yang lain,
  2. Pada saat peserta didik menyelesaikan PR,
  3. Pada saat peserta didik mengerjakan tugas-tugas latihan,
  4. Pada waktu perbaikan dan penyempurnaan tugas,
  5. Pada saat penyelesaian tugas-tugas kelompok dan mandiri,
  6. Pada saat membahas dan membagikan haisl-hasil latihan dan ulangan,
  7. Pada saat situasi tertentu tatkala peserta didik mengikuti kegiatan secara sungguh-sungguh.

Secara umum kita bisa mengatakan bahwa reinforcement yang tepat diberikan dalam situasi ketika individu tengah melakukan aktivitas belajarnya. Kesimpulannya, dengan begitu banyaknya manfaat dari reinforcement dalam mendukung kegiatan pembelajaran di dalam kelas maka sudah seharusnya guru mulai membiasakan diri untuk memberikan reinforcement kepada siswa-siswinya yang telah menunjukkan satu prestasi dalam aktivitas belajar yang dilakukannya.

Sumber : harian Tribun Jabar, November 2009