Oleh: Ferry Simanjuntak, M.Th.
Latar Belakang Masalah
Di zaman post-modern ini, peradaban manusia telah mencapai level yang hampir tidak dapat dikendalikan lagi. Peradaban manusia sudah tidak mengenal keterbatasan, karena perkembangan dunia secara global. Dampak perkembangan zaman tersebut telah memberikan imbas juga kepada sistem kehidupan individu manusia, secara khusus relasi dalam kaitannya dengan hal seksualitas. Terdapat begitu banyak fenomena seputar seksualitas manusia yang bahkan tidak pernah dipikirkan akan terjadi.
Fenomena seputar isu-isu seksualitas pun telah menyita perhatian berbagai cabang ilmu, baik psikologi, antropologi, teologi, etika, sosiologi dan bahkan bidang-bidang ilmu lainnya. Isu seksualitas sebenarnya mempertaruhkan eksistensi manusia sebagai laki-laki sebagai akibat kesenangan manusia akan pemenuhan eksperimen mereka terhadap hal-hal baru, termasuk dalam hal seksualitas.
Adapun berbagai fenomena seksualitas yang terjadi dan sudah marak di masa sekarang ini adalah misalnya transgender (homoseksualitas dan lesbi), transexuality (merubah jenis kelamin), pedophilia (memperoleh kepuasan seksualitas dengan anak-anak), dan beberapa kelainan seksualitas lainnya yang akan lebih jelas pada bagian selanjutnya.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis ingin memaparkan lebih lanjut dari perspektif etika Kristen mengenai kelainan seksualitas, yang di dalamnya juga terdapat masalah Transgender dalam sebuah makalah yang juga dipresentasikan dengan judul “Transgender, Seksualitas dan Permasalahannya Ditinjau dari Perpsektif Etika Kristen.”
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis akan memberi-kan perincian beberapa identifikasi masalah, yaitu:
Pertama, terdapat indikasi bahwa masalah seksualitas telah membingungkan ketegasannya dalam kekristenan. Hal ini dibuktikan dari sebuah contoh kasus yang dikutip oleh penulis pada sebuah kasus seksualitas di Amerika berikut:
Pelanggaran Seksual tahun 1967 menyatakan bahwa ‘perbuatan homoseksual yang berlangsung atas dasar suka sama suka antara 2 orang dewasa di atas usia
21 thn dalam ruang pribadi, mereka tidak lagi merupakan pelanggaran kriminal.” Homoseksual lebih dianggap sebagai gaya hidup (lifestyle) atau selera seksual (orientasi seksual). Di pihak lain banyak yang tidak menerima mereka, Kristen atau non- Kristen. Tahun 1983, di Amerika sudah ada yang namanya Gerakan Gay Kristiani, yang mengkampanyekan kesetaraan perkawinan homoseksual dan heteroseksual, karena keduanya mengasumsikan kelembutan, kematangan, dan kesetiaan yang sama. (www.gky.or.id, 2013).
Sehingga sudah begitu banyak gereja yang mengijinkan pernikahan sejenis di masa sekarang ini.
Kedua, terdapat indikasi bahwa orang Kristen belum mengerti makna dasar seksualitas dari Alkitab sebagai pedoman etika Kristen, dan menyadari bahwa Allah membenci penyalahgunaan tersebut.
Ketiga, terdapat indikasi bahwa kebanyakan orang di masa sekarang ini tidak mau terlalu ambil pusing dan bersikap acuh terhadap masalah penyimpangan seksual.
Keempat, ada berbagai bidang ilmu yang bersikap pro dan kontra terhadap masalah penyimpangan seksual, baik ilmu sekuler, maupun ilmu non-sekuler.
Pembatasan Masalah
Untuk memberikan penjelasan yang mendalam dan lebih terfokus, maka penulis memilih masalah yang terdapat dalam identifikasi masalah pada poin pertama dan kedua, yaitu:
Pertama, orang-orang Kristen dan Gereja masih seakan bingung dalam menangani dan mengatasi masalah seksualitas dari perspektif etika Kristen, hal ini terlihat dari fakta berdirinya “Gereja” kaum gay dan lesbian.
Kedua, orang-orang Kristen kurang mendalami makna yang tersurat dan tersirat dalam Alkitab berkaitan dengan seksualitas dan penyimpangganya yang sangat dibenci oleh Allah. Hal ini didasarkan pada alasan Allah menciptakan manusia (Kej. 1:28), dan beberapa kasus dalam Alkitab yang menjelaskan tentang murka Allah karena penyimpangan seksual (Contoh kasus Sodom dan Gomora).
Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis akan merumuskan masalah-masalah pokok yang menjadi pertimbangan dalam penyusunan karya ilmiah ini, yaitu:
Pertama, mengapa seseorang atau segolongan orang melakukan penyimpangan seksual dan apa saja contohnya?
Kedua, bagaimanakah sikap etika Kristen menjawab keadaan tersebut, sesuai dengan penyataan di dalam Alkitab?
PEMBAHASAN
Adapun yang akan dibahas oleh penulis pada bagian ini adalah hal-hal yang menjadi alasan mengapa seseorang melakukan penyimpangan seksual, kemudian contoh-contoh penyimpangan seksual dan yang terakhir adalah penjelasan mengenai sikap Alkitab sebagai dasar etika Kristen dalam menjawab keadaan tersebut.
Alasan Praktek Transgender dan
Penyimpangan Seksual
Pada dasarnya, praktek penyimpangan seksual bukanlah barang baru lagi bagi manusia, karena prakteknya sudah ada sejak dahulu kala. Karena jika melihat pada sejarah peradaban manusia, sudah ada begitu banyak praktek yang menunjukkan penyimpangan seksual, misalnya menikah dengan hewan, ritual- ritual okultisme dan berbagai kegiatan manusia lainnya di sepanjang sejarah.
Untuk dapat mengerti alasan penyimpangan seksual, perlu dipahami tentang makna dari kata seksual itu sendiri. Disebutkan bahwa:
Seksualitas adalah tentang bagaimana seseorang mengalami, menghayati dan mengekspresikan diri sebagai mahluk seksual, dengan kata lain tentang bagaimana seseorang berpikir, merasa dan bertindak berdasarkan posisinya sebagai mahluk seksual. Hubungan seks hanyalah salah satu aspek. Seksualitas mencakup banyak hal diluar itu. Segala sesuatu yang ada kaitannya dengan seks (ada kaitan dengan kelamin) tercakup di dalamnya. (www.psikoterapis.com., 2013).
Adapun yang membuat masalah penyimpangan seksual ini menjadi booming ialah karena keadaannya yang sudah sangat menyita perhatian di hampir semua aspek kehidupan manusia dikarenakan dampak dari kemajuan zaman, di samping itu, masalah masalah seksual telah menggunakan istilah-istilah yang sangat keren dan menarik untuk dipelajari.
Salah satu alasan yang membuat manusia cenderung melakukan penyimpangan seksual, adalah karena manusia merupakan makhluk seksual. Karena secara langsung dapat dilihat bahwa pada zaman sekarang sudah terdapat lebih dari tujuh milyar manusia di bumi ini. Sehingga dengan keadaan tersebut, kecenderungan untuk terjadinya praktek penyimpangan seksual akan semakin besar pula, dan hal itu telah terjadi pada masa sekarang ini.
Sebagaimana judul makalah ini, yang membahas tentang transgender. Transgender sendiri bukanlah berarti seseorang yang mengubah jenis kelaminnya, baik alat, fungsi dan cara kerja kelaminnya. Sesorang bisa saja merubah bentuk atau alat kelaminnya dari laki-laki menjadi perempuan dengan berbagai rekayasa medis, namun pada hakekatnya, ia akan tetap laki-laki. Oleh sebab itu, transgender bukanlah mengubah jenis kelamin atau personifikasi dari satu jenis kelamin kepada jenis kelamin yang lain.
Dalam mendefinisikan transgender, penulis lebih mengacu kepada perubahan praktek seksualitasnya, dimana sesorang melakukan fungsi seksual tidak sesuai dengan semestinya. Istilah yang sering digunakan mengenai keadaan ini adalah homoseksual bagi laki-laki, dan lesbian bagi wanita. Untuk menjelaskan dasar atau alasan mengapa orang melakukan hal ini, maka penulis mengutip dari sebuah sumber, yaitu:
Para kaum homoseks biasanya membela diri dengan dalih bahwa mereka merasakan kecenderungan berperilaku homo sejak masih kecil. Jadi bisa disebutkan bahwa memang mereka terlahir sebagai homoseks. Tetapi dalam buku “Development and Treatment of Homosexuality”, Ed Hurst berkata bahwa faktor bawaan sejak lahir mungkin turut berperan, tetapi, faktor- faktor itu tidak cukup untuk menyebabkan seseorang menjadi homoseks. Selain itu, faktor-faktor itu tidak selalu menimbulkan perilaku homoseks dan daya tarik dan
‘identitas homoseksual’ yang sebagian karena faktor bawaan dapat disembuhkan. Jadi berperilaku homoseksual karena bawaan sejak lahir adalah alasan yang ‘dibuat-buat’ sebagai pembenaran diri. Penyebab psikologis lainnya yang dapat membuat orang menjadi homoseks adalah pelecehan yang dialami pada masa lalu. Kurangnya kasih sayang dari orang tua (ayah) dapat menjadi pemicu bagi si anak untuk menjadi homoseks. Sebab dengan demikian ia merasa mendapatkan kasih sayang yang hilang dari ayahnya. (www. yesuskristus.com., 2013).
Sehingga, jika melihat secara global mengenai praktek penyimpangan seksual, maka dapat ditarik sebuah asumsi bahwa yang menjadi alasan mengapa orang bisa melakukan transgender dan berbagai penyimpangan seksual lainnya, hal itu bisa disebabkan atas beberapa hal, seperti faktor psikologis, faktor keingintahuan maupun faktor rendahnya kesadaran spiritual.
Namun, di atas semua faktor-faktor tersebut, sesuai dengan acuan makalah ini, maka penulis sangat meyakini bahwa alasan orang-orang melakukan penyimpangan seksual adalah ketidaksadaran akan hakekatnya sebagai manusia yang diciptakan serupa dan segambar dengan Allah (Kej. 1:26), dan di samping itu, mereka belum memahami nilai-nilai etika Kristen secara benar.
Transgender dan Jenis-jenis
Penyimpangan Seksual Lainnya
Untuk lebih memahami tentang praktek penyimpangan seksual, maka penulis akan menjelaskan sekilas tentang beberapa jenis tindakan penyimpangan seksual, baik transgender maupun jenis jenis penyimpangan seksual lainnya.
Transgender (Homoseksual/Lesbian)
Praktek ini merupakan bentuk penyimpangan seksual dengan tujuan memperoleh kepuasan dari sesame jenis. Ada beberapa yang mengatakan bahwa tarnsgender adalah pengubahan jenis kelamin secara utuh karena ia tidak menerima hakekatnya berdasarkan jenis kelaminnya sebelumnya. Hal ini pernah terjadi dan dilakukan oleh seorang entertainer Indonesia dengan inisial “D”, dimana ia mengubah jenis kelaminnya dari laki-laki menjadi perempuan.
Identitas seksual yang kacau ini juga bisa terjadi karena pola asuh, pergaulan, atau pun pilihan untuk melakukannya. Tetapi yang jelas, Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru dengan jelas menentang hal ini (Im. 18:23, Rom. 1:26, 27).
Voyeurism
Kesenjangan seksual ini dilakukan dengan metode visual, dimana seseorang memperoleh kepuasan seksualnya dengan nonton, dan ia tidak bisa dan takut untuk terjun langsung dalam praktek seksual sebagaimana normalnya. Keadaan ini ditimbulkan akibat rasa kurang dalam perannya sebagai laki-laki/wanita, selain itu ia takut tidak mampu dalam kontak seksuil dengan lawan seks. Sehingga, dalam kasus ini sering terjadi praktek yang disebut Peeping Tom (ngintip).
Exhibitionism
Memperoleh kepuasan dengan mempertontonkan diri. Artinya, ada beberapa orang yang menyalurkan praktek seksualnya dengan hanya menonjokan apa yang ia miliki, sehingga ia mendapat pengakuan dalam hal seksualitas. Walaupun demikian, bukan berarti orang tersebut memiliki fungsi seks yang baik, karena keadaan ini pun di dasari atas rasa kurang percaya diri maka ia hanya mempertontonkan ke’jantan’an-nya.
Sadism
Ini adalah tindakan seks dimana seseorang memperoleh kepuasan dengan menyiksa. Biasanya mereka melakukan hal tersebut didasari atas rasa benci dan memiliki kepribadian yang tertutup (insecure). Ada beberapa kejadian juga menyatakan bahwa seseorang seringkali melakukan hal tersebut dikarenakan kebencian kepada orang tua atau keluarga lawan seks. Ada juga karena memilki parasaan tidak mampu atau kurang sebagai pria. Atau bahkan, ada pula yang karena memandang seks sebagai suatu yang kotor dan harus dihukum.
Masochism
Masochism adalah lawan dari sadism, dimana pelaku seks memperoleh kepuasan dengan disiksa. Biasanya ini diakibatkan perasaan tak berharga dan bersalah, perlu dihukum dan menganggap seks adalah dosa.
Fetishism
Yaitu, memperoleh kepuasan seks dari benda seksuil. Hal ini disebabkan karena merasa tidak mampu dan takut pada lawan seks. Sehingga, untuk memuaskan hasrat seksnya mereka mencuri pakaian dalam atau menggunting rambut.
Pedophilia
Merupakan jenis praktek seks dimana pelaku memperoleh kepuasan dengan anak-anak. Penyebabnya adalah perasaan minder (Insecure) dengan seksualitas diri, takut tidak mampu dan heteroseksualitas yang tidak dewasa.
Bestiality (Zoophile)
Yaitu memperoleh kepuasan dengan binatang. Biasanya ini terjadi di desa dan ada retardasi mental. Adapun penyebabnya ialah keadaan yang tidak baik dalam interpersonalrelationship dan juga tidak dewasa dalam penyesuaian seksuil
Promiscuity
Merupakan kegiatan seks yang dilakukan dengan cara berganti-ganti partner seks biasanya disebabkan karena harga diri yang rendah, berusaha meyakinkan diri berharga dan yang pasti adalah karena kurangnya pendidikan moral.
Pornografi: Salah Satu Media
Penyimpangan Seksual di Masa Kini
Mengacu kepada maraknya penyimpangan seksual di atas dan integrasinya terhadap peradaban manusia yang sudah sangat maju, maka penulis merasa perlu mengulas salah satu pintu gerbang ke dalam masalah-masalah seksual tersebut, yakni pornografi. Karena pornografi di masa sekarang ini sudah begitu bebas dan dapat diperoleh dimana pun dan kapan pun.
Untuk memfokuskan pembahasan tentang hal ini, maka penulis akan menjelaskan pornografi sebagai sesuatu yang ditolak oleh etika Kristen karena akibat yang ditimbulkannya. Adapun dampak pornografi dalam kalangan Kristen ialah:
Pertama, pornografi dapat menyebabkan dosa zinah hati, karena biasanya akan menimbulkan rangsangan seksual yang tinggi terhadap bintang porno. Hal ini pulalah yang pernah disinggung oleh Yesus sebagai perzinahan (Mat 5:27, 28). Kedua, biasanya memori yang terekam setelah melihat pornografi akan semakin menyebabkan mudah sekali melakukan zinahhati. Kemudian yang ketiga, setelah berhubungan dengan hal-hal yang berbau pornografi, maka itu akan menghilangkan kekudusan yang merusak hubungan dan keintiman kita dengan Allah.
Keempat, pada dasarnya setelah melihat maka itu menyebabkan ingin melakukan apa yang tampak dalam tontonan. Kelima, menyebabkan rasa minder karena tidak memiliki alat atau tidak mampu melakukan seperti yang ditonton. Keenam, secara eksplisit memperkenalkan dan menimbulkan selera pada penyim- pangan seksual (Peeping Tom, voyeur, ekshibisionisme, perkosaan, pedofilia, homoseksualitas, sadisme/masochisme).
Ketujuh, biasanya pornografi akan membuat kecanduan, karena akan menyebabkan terjadinya desensitisasi (pengebalan dan hilang rasa) dimana materi “mengejutkan/ kotorsekali” menjadi “layak untuk dinikmati”.
Lalu, kedelapan, pornografi akan merusak hubungan suami-isteri karena tidak puas dengan pasangannya yang tidak bisa/ mau melakukan apa yang ditonton.
Jadi, beberapa saran penulis untuk menutup gerbang masuknya penyimpangan seksual adalah dengan terlebih dahulu menghambat aliran masuknya, yakni pornografi.
Pandangan Etika Kristen tentang Transgender dan Masalah Seksual
Sebelum mengambil kesimpulan tentang sah atau tidaknya praktek transgender dan penyimpangan seksualitas, maka penulis merasa perlu terlebih dahulu menjelaskan tentang etika Kristen sendiri, sebagai dasar yang nantinya digunakan utuk memutuskan pantas atau tidaknya praktek tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa Alkitab terdiri atas Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dan memiliki enam puluh enam kitab, sehingga perlu diambil sebuah kesepakatan mengenai etika Kristen berdasarkan keadaan tersebut.
Etika Kristen
Pada masa kini, etika Kristen juga sering disebut dengan Etika Alkitab, karena yang menjadi acuan utama sebagai tolak ukur etika Kristen adalah Alkitab itu sendiri. Hal senada disampaikan dalam sebuah makalah etika, dijelaskan bahwa: “Yang menjadi sumber-sumber utama (primer) dalam etika Kristen adalah: Allah, Alkitab dan Yesus Kristus.” (Sihombing, 1994:34). Sehingga, jika berbicara tentang etika Kristen, maka hal tersebut tidak akan pernah lepas dari ketiga hal tersebut di atas.
Kehendak Tuhan yang dituangkan dalam Alkitab menjadi acuan etika Kristen. Oleh sebab itu, untuk mengaplikasikan nilai-nilai etika tersebut, kita harus menyesuaikan dengan kehendak Tuhan pula. Malcolm Brownlee dengan begitu jelas menegaskan hal ini, ia menuliskan sebagai berikut:
Patokan utama dalam etika Kristen adalah kehendak Tuhan. Pertanyaan, “Apa yang harus saya lakukan?” selalu dapat dijawab ”lakukanlah kehendak Tuhan.” Namun demikian, orang-orang Kristen tidak selalu sependapat tentang apakah kehendak Tuhan itu dalam masalah-masalah yang sukar. Karena itu kita perlu bertanya: “Bagaimana kita bisa mengetahui kehendak Tuhan?” bagaimana kita bisa mengerti apa yang dikehendaki Tuhan dalam pikiran- pikiran kita? (Brownlee, 1996: 12).
Sebab itu, “lakukanlah kehendak Tuhan!” merupakan suatu perintah yang perlu diterapkan dalam segenap tatanan etis kehidupan orang Kristen, termasuk di dalamnya adalah hal-hal yang berhubungan dengan seksualitas manusia.
Transgender dan Penyimpangan Seksual
Tidak Diizinkan menurut Etika Kristen
Penulis pada bagian ini akan memaparkan berbagai kasus dalamAlkitab, yang menyatakan bahwa Allah tidak setuju dengan transgender dan penyimpangan seksual.
Salah satu kisah Alkitab yang cukup populer tentang hal ini adalah kisah Sodom dan Gomora (Kej. 19), dimana praktek spenyimpangan seksual telah meradang ke semua golongan, baik orang muda maupun orang tua (ay. 4). Dijelaskan bahwa para masyarakat setempat pun begitu bergairah dengan dosa seksualitas untuk “memakai” (Dalam terjemahan NKJV dituliskan bahwa kata yang digunakan untuk kata “pakai” adalah “caranally” yang mengacu kepada hubungan badan). para tamu Lot. Sehingga pada akhirnya Allah pun memusnahkan kota tersebut dan para penduduknya.
Demikian juga halnya dengan praktek incest yang dilakukan oleh Lot dengan kedua putrinya (Kej 19:30-39) dan akhirnya melahirkan dua orang putra, yaitu Moab dan Ben-Ami. Jika melihat ke depan, khususnya pada masa monarkhi, maka suku Moab dan Amon adalah musuh bebuyutan Israel. Hal ini dapat diartikan bahwa dosa sesksual yang dilakukan oleh Lot pun dapat berdampak bagi keturunannya.
Dalam kitab Taurat, Allah tidak memperbolehkan praktek penyimpangan seksual bagi umat Israel, dalam hal apapun dan bagaimana pun caranya (Ul. 23:17). Anak-anak Israel tidak ada yang boleh melakukan praktek pelacur bakti dan pemburit (homoseksualitas). Imamat 18:22 pun berkata demikian, agar seorang pria tidak melakukan hubungan seks dengan pria sebagaimana pria dengan wanita, karena jika mereka melakukan itu, maka mereka pantas dihukum mati dan darah mereka ditanggung oleh mereka sendiri (Im. 20:13).
Dalam Kitab I Raja-raja 14-15 dijelaskan bahwa orang yang melakukan penyimpangan seksual merupakan suatu kekejian bagi Tuhan, dan hal itu sama dengan orang-orang yang tidak mengenal Tuhan. Artinya, Allah mau, supaya umatnya meninggalkan hal-hal kekejian tersebut.
Dalam Surat Roma 1:26-27 dijelaskan bahwa orang yang melakukan penyimpangan seksual sama dengan tidak mengakui keberadaan Allah, sehingga Allah menyerahkan mereka kepada keinginan mereka. Kemudian Allah berjanji akan memberikan balasan yang setimpal atas kesesatan tersebut. Orang yang melakukan peyimpangan seksual ternyata disamakan dengan orang sesat.
Kemudian dalam Surat 1 Kor. 6: 9-10 dan Galatia 5:19 dengan tegas dinyatakan bahwa orang orang yang melakukan penyimpangan seksual sangat besar dosanya. Karena dosa-dosa seksual yang disebut di atas dipandang sama beratnya dengan dosa-dosa lain : penyembah berhala; orang-orang yang tidak adil; mencuri; tamak; mabuk; pemfitnah; perampok; penipu dan lain-lain. Orang-orang yang melakukan dosa-dosa itu dan jika tidak mau bertobat, tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.
Sikap Etis terhadap Penanganan Masalah
Transgender dan Penyimpangan Seksual
Sebagai Orang Kristen, tentunya kita tidak boleh menghakimi keadaan para pelaku penyimpangan seksual tersebut. Karena Banyak kaum homoseks [maupun yang sedang terjerat dalam dosa penyimpangan seksual lainnya] yang sebenarnya terjebak dalam dunia yang tidak diinginkannya dan butuh jalan keluar.
Adapun beberapa teknik sebagai keputusan etis orang Kristen dalam menangani maupun menghindari masalah- masalah seksual tersebut dapat dijelaskan oleh penulis dibagi atas dua sisi, yakni dari sisi orang Kristen sebagai penolong dan dari sisi pelaku penyimpangan seksual sebagai yang harus ditolong, yaitu sebagai berikut:
Tindakan Etis bagi Orang Kristen
Tindakan utama ialah pencegahan. Dimana kita harus memperlengkapi anak- anak, saudara, keluarga dan teman- teman kita dengan iman dan nilai Kristen yang kuat. Di samping itu, jika kita adalah orang tua maka kita harus memberikan perlindingungan kepada anak-anak kita, demikian juga halnya dengan kakak kepada adik. Kemudian, perlu diperhatikan tentang teman sepergaulan kita, agar pengaruh yang diterima dari luar tidak lebih besar daripada keluarga.
Tindakan Etis bagi Pelaku
Penyimpangan Seksual
Bila akan menangani kaum homo, lesbi atau pelaku penyimpangan seksual lainnya, maka perlu dilakukan dengan penuh pengertian dan penerimaan (tidak dengan sikap menghakimi). Selain itu, berikaan koreksi jika terlanjur ada anggapan yang salah mengenai homoseksualitas sebagai perilaku yang tidak bisa diubah, kenyataannya homoseksualitas bukan sesuatu hal permanen dan banyak kesaksian dari mereka yang telah terlepas darinya.
Kemudian , berikanlah usaha apapun itu (konseling, psikotherapy, bimbingan rohani) untuk membantu mereka berubah namun harus dilakukan dengan cara yang supportif dan unik dengan melihat setiap pribadi kasus demi kasus.
Kesimpulan
Jika ingin melihat dasar seksualitas manusia, maka kita harus kembali mengacu kepada konteks Kejadian 1:26-28, dimana dengan jelas pada mulanya Allah menciptakan hanya dua jenis kelamin manusia yaitu laki-laki dan perempuan, dan Allah melihat bahwa itu sungguh amat baik (Kej. 1:31). Sehingga, berdasarkan keadaan tersebut, dapat dikatakan bahwa bentuk tindakan transgender dan penyimpangan seksualitas lainnya merupakan suatu bentuk sikap menentang Allah, karena menganggap Allah menciptakan diri mereka dalam keadaan seksual yang tidak baik.
Kemudian, penulis menyimpulkan bahwa Alkitab dengan jelas menentang praktek transgender dan penyimpangan seksual lainnya. Hal ini dengan tegas terdapat dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Karena itu, etika Kristen sudah seharusnya menolak tindakan tersebut. Karena bertentangan dengan prinsip Alkitab.
Saran
Melalui karya ilmiah ini, penulis memberikan saran kepada pembaca untuk menanggapi praktek transgender dan penyimpangan seksual lainnya dengan empat hal yang perlu dilakukan berdasarkan etika Kristen, yaitu:
Pertama,berani mengatakan “tidak!” kepada praktek penyimpangan seksual baik dalam bentuk apapun, karena itu bertentangan dengan Alkitab.
Kedua, orang Kristen sebaiknya menghindari pergaulan dan lingkungan yang buruk agar tidak merusak tatanan dan nilai-nilai etika Kristen yang ada dalam diri kita.
Ketiga, hindarilah segala bentuk materi maupun media yang dapat membawa kepada dosa-dosa seksualitas, baik berupa tontonan, bacaan, maupun media lainnya.
Keempat, bangunlah persekutuan yang intim dengan Allah dan senantiasa meminta penyertaan-Nya.
DAFTAR RUJUKAN
Buku
Akitab Dwibahasa “Indonesia (Terjemahan 1912) –Yunani”
Alkitab Penuntun “Hidup Berkelimpahan” Alkitab Penuntun “Edisi Studi”
Alkitab (Holy Bible “Idealline”) versi New Kings James Version.
Brownlee, Malcolm. Hai Pemuda, Pilihlah! ‘Menghadapi Masalah-masalah Etika Pemuda. Jakarta: PT BPK GunungMulia, 1996.
Wright,Christopher, Hidup Sebagai Umat Allah ‘Etika Perjanjian Lama’ Jakarta: PT BPK GunungMulia, 1995.
Diktat
Sihombing, Lotnatigor. Diktat Kuliah Sekolah Tinggi Teologia “I-3”: Etika I. t. sem.,1994.
Simanjuntak, Ferry. Diktat Kuliah STT Kharisma: Etika Kristen 2. Sem. IV,2013.
Tony, Tedjo. Diktat Kuliah STT Kharisma: Etika 1.Sem. III, 2012.
Internet
http://www.gky.or.id/buletin/detail/292.html pada 16 November 2013, 13:29:40.
http://www.psikoterapis.com/?en_apakah- arti-seksualitas-,183 pada 16 November 2013, 13:40:45.
http://yesuskristus.com/index. p h p ? o p t i o n = c o m _ content&task=view&id=173&Itemid=44 pada 16 November 2013,
9:52:31.