Guruh David Tampubolon adalah Mahasiswa Program Pascasarjana (S2) Magister Theology STT Kharisma Bandung 

Sebagaimana tersirat dalam topiknya, makalah ini berkenaan dengan konsep providensi Allah atas orang miskin seperti dinyatakan di dalam perjanjian lama. Di mana providensi yang dimaksud adalah mengenai pemeliharaan dan pemerintahan Allah atas orang miskin di dalam setiap aspek kehidupan mereka dari seluruh masa dalam perjanjian lama. Dalam makalah ini, penulis akan menelaah konsep terse but dalam konteks Perjanjian Lama terlebih khusus dalam konteks teologis. Tujuan penulisan ini dimaksudkan untuk menemukan uraian deskriptif ­teologis tentang providensi Allah atas orang miskin yang terdapat dalam sejarah bangsa Israel sebagaimana tercatat di masa Perjanjian Lama.

Berdasarkan The NIV Exhaustive Concordance[1] diketahui, dalam Perjanjian Lama kata Poor dan pelbagai imbuhannya telah muncul sebanyak 177 kali; sementara kata poorest hanya muncul sebanyak 6 kali. Dalam hal ini penelusuran akan makna teologis dari Perjanjian Lama yang menyatakan konsep mengenai providensi Allah atas orang miskin dapat dilakukan melalui penelitian kata poor beserta imbuhannya. Di mana penelusuran atas konsep providensi Allah atas orang miskin di analisa secara teologis melalui pendekatanwinding quest[2], suatu upaya memahami tahapan demi tahapan dari kesadaran keagamaan yang telah dilalui oleh bangsa Israel, sebagai tahap dari disiapkannya mereka menuju penggenapannya di dalam Yesus Kristus.

Paper ini terdiri dari beberapa bagian. Bagian pertama akan membahas tentang tiga konsep khusus tentang orang miskin dalam Perjanjian Lama. Dalam bagian kedua diuraikan analisa teologis dari providensi Allah atas orang miskin dalam beberapa masa di Perjanjian Lama; dimana di klasifikasikan ke dalam: (l) Providensi Allah dalam konstitusi Israel yang berdasarkan Pentateukh; (2) Providensi Allah dalam pelbagai nubuat para Nabi; (3) Providensi Allah dalam pelbagai kitab Puisi/Hikmat; serta (4) Providensi Allah dalam tindakan Allah secara langsung dalam peristiwa pembebasan bangsa Israel dari tanah Mesir dan tanah Babylonia.

DEFINISI ORANG MISKIN DALAM PERJANJIAN LAMA

Konsep mengenai siapakah yang dimaksud dengan orang miskin dalam perjanjian lama, dapat di temukan dalam beberapa bagian penting yang memberikan makna tentang orang miskin dengan secara literal/harafiah ataupun secara figuratif.

Singkatnya terdapat tiga garis besar klasifikasi dari definisi orang miskin dalam perjanjian lama, yaitu: (1) menunjuk kepada orang yang berkekurangan secara materi, (2) menunjuk kepada orang yang mengalami penindasan secara sosial, serta (3) menunjuk kepada orang yang miskin secara rohani atau dapat pula diartikan sebagai orang berdosa.

2.1 Orang yang Berkekurangan Dalam Materi

Orang miskin dapat diartikan secara harafiah yaitu orang yang miskin secara material harta milik. Keluaran 22:22-23 dan juga I Sam 18:23 menekankan hal ini:

Janganlah kautindas atau kautekan seorang orang asing, sebab kamupun dahulu adalah orang asing di tanah mesir. Seseorang janda atau anak yatim janganlah kamu tindas. (Kel 22:22-23 TB LAI).

Lalu para pegawai Saul menyampaikan perkataan itu kepada Daud, tetapi Daud menjawab: ‘Perkara ringankah pada pemandanganmu menjadi menantu raja? Bukankah aku seorang yang miskin dan rendah?’. (I Sam 18:23 TB LAI).

Berdasarkan ayat-ayat di atas diketahui orang yang tidak mampu adalah: (1) “orang asing seperti di saat bangsa Israel hidup di tanah mesir” (arti dari “orang asing seperti bangsa Israel saat di tanah mesir” adalah “budak”[3]), (2) janda serta anak yatim, (3) orang yang berkekurangan secara materi dan berprofesi dalam pekeIjaan yang dipandang rendah oleh lingkungan sosial.

2.2 Orang yang Mengalami Penindasan Secara Sosial

Orang miskin dapat pula diartikan secara figuratif yaitu orang yang tertindas secara sosial (miskin secara sosial), di mana orang yang mengalami penindasan secara politik, ketidakadilan hukum, serta tertekan secara mental akibat kemiskinan material yang di alami adalah mereka yang tergolong ke dalamnya. Yesaya 3:14-15 dan juga Yeremia 50:33 merupakan contoh dalam tekanan definisi ini:

TUHAN bertindak sebagai hakim atas tua-tua dan pemimpin-pemimpin umat-Nya: ‘Kamulah yang memusnahkan kebun anggur itu, barang rampasan dari orang yang tertindas tertumpuk di dalam rumahmu’. (Yes 3:14 TB LAI).

Mengapa kamu menyiksa umat-Ku dan menganiaya orang-orang yang tertindas? demikianlah firman Tuhan ALLAH semesta alam. (Yes 3:15 TB LAI).

Beginilah firman TUHAN semesta alam: Orang Israel tertindas bersama-sama dengan orang Yehuda. Semua orang yang menawan mereka tetap menahan mereka, tidak mau melepaskan mereka. (Yer 50:33 TB LAI).

2.3 Orang yang Miskin Secara Rohani (Orang Berdosa)

Adapun Zefanya 3:12 dan Mazmur 69:32-33 menyatakan orang yang miskin secara spiritual adalah orang-orang yang dengan kerendahan hati berani mengakui keberdosaannya di hadapan Allah.

Di antaramu akan Kubiarkan hidup suatu umat yang rendah hati dan lemah, dan mereka akan mencari perlindungan pada nama TUHAN. (Zef 3:12 TB LAI).

Lihatlah, hai orang-orang yang rendah hati, dan bersukacitalah; kamu yang mencari Allah, biarlah hatimu hidup kembali! Sebab TUHAN mendengarkan orang-orang miskin, dan tidak memandang hina orang-orang-Nya dalam tahanan. (Mzm 69:32-33 TB LAI).

Sementara dalam Amsal 13:7 lebih ditegaskan tentang definisi dari orang sesungguhnya miskin secara rohani, walupun terlihat kaya secara materi.

Ada orang yang berlagak kaya, tetapi tidak mempunyai apa-apa, ada pula yang berpura-pura miskin, tetapi hartanya banyak. (Ams 13:7 TB LAI).

PROVIDENSI ALLAH ATAS ORANG MISKIN DALAM PERJANJIAN LAMA

Providensi[4] Allah atas orang miskin dinyatakan-Nya melalui pelbagai tindakan aktif­Nya dalam tindakan pemeliharaan Allah yang mengangkat manusia (termasuk pula orang miskin) sebagai mandataris Allah untuk dunia ini; dan juga melalui pengendalian serta bimbingan-Nya dalam pemerintahan-Nya atas alam semesta.

Secara khusus providensi Allah atas orang miskin dapat dilihat pada awalnya di dalam konstitusiIsrael sebagai suatu arahan orientasi. Berikutnya providensi Allah dapat dilihat perkembangannya melalui pelbagai nubuat para nabi serta melalui pelbagai hikmat yang berasal dari Allah sebagai pemeliharaan dan pemerintahan Allah bagi orang-orang yang hidup dalam kemiskinan. Bahkan lebih dalam, Allah juga menyatakan tindakan-Nya secara langsung sebagai wujud providensi-Nya melalui peristiwa pembebasan bangsa Israel dari tanah Mesir dan tanah Babylonia. Dan sebatas inilah Perjanjian Lama dapat menyampaikan providensi Allah atas orang miskin, yang akan menjadi lengkap di saat Allah berinkamasi dalam Kristus Yesus.

 

3.1 Providensi Allah Atas Orang Miskin Dalam Konstitusi Israel

Providensi Allah atas orang miskin dalam konstitusi Israel merupakan wujud nyata pemeliharaan dan pemerintahan Allah melalui perangkat “hukum”[5] sebagai penyataan eksistensi-Nya untuk menuntun perlakuan orang-orang Israel atas orang miskin dan sebaliknya. Karena ketaatan dari bangsa Israel dalam memperiakukan orang miskin merupakan syarat mutlak yang akan mempengaruhi blessing atau curses yang akan diterima bangsa Israel dan juga umat percaya di masa ini. Dan konstitusi Israel[6] ini terdiri dari hukum moral, hukum sipil dan hukum seremonial yang ditetapkan Allah melalui serangkaian firman-Nya.

3.1.1 Providensi Allah Dalam Hukum Moral

Hukum moral diawali dengan pemyataan, “Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau, keluar dari tanah Mesir” (Kel. 20:2), oleh karena itu, “standar moral untuk memutuskan apa yang benar dan salah, baik dan jahat, ditetapkan berdasarkan kekudusan dari karakter Yahweh yang tanpa salah dan tidak bergeser, yaitu Allah orang Israel. Natur, atribut, karakter, dan kualitas-Nya membeTikan tolak ukur bagi semua keputusan etis”.[7]

Keluaran 22:21-27 dapat disebutkan sebagai wujud dari hukum moral yang secara khusus berbicara mengenai orang-orang yang tidak mampu. Indikasi terjelas mengenai hal ini dinyatakan dalam Keluaran 22:21, yaitu:

Janganlah kautindas atau kautekan seorang orang asing, sebab kamupun dahulu adalah orang asing di tanah Mesir. (TB LAI)

Pernyataan ini merupakan penegasan makna dari hukum moral dalam Keluaran 20:2. Tetapi hakikat dari Keluaran 22:21-27 adalah Allah telah menetapkan bahwa orang miskin (orang asing, janda dan anak yatim) agar jangan ditindas; karena jika demikian, Allah akan mendengarkan seruan mereka, serta murka dan penghukuman­Nya akan bangkit, karena Allah adalah pengasih.

Sementara karakter TUHAN (Yahweh-Adonay) yang kudus juga ditekankan bagi manusia seperti disebutkan dalam Imamat 19:2. Dan terkait dengan kudusnya hidup serta hubungannya dengan perlakuan yang semestinya atas orang miskin; Imamat 19:10 menegaskan:

Juga sisa-sisa buah anggurmu janganlah kaupetik untuk kedua kalinya dan buah yang berjatuhan di kebun anggurmu janganlah kaupungut, tetapi semuanya itu hams kautinggalkan bagi orang miskin dan bagi orang asing; Akulah TUHAN, Allahmu. (TB LAI).

Tetapi selain itu ditekankan pula dalam Imamat 19:15, tentang:

Janganlah [kamu] <setiap orang Israel> berbuat curang dalam peradilan; janganlah [engkau] <setiap orang Israel> membela orang kecil dengan tidak sewajarnya dan janganlah [engkau] <setiap orangIsrael> terpengaruh oleh orang-orang besar, tetapi [engkau] <setiap orang Israel> harus mengadili orang sesamamu dengan kebenaran. (TB LAI).

Tetapi adapula yang dapat disebutkan sebagai bagian yang sarat dengan hukum moral, tetapi tidak ditetapkan Allah melalui perantaraan Musa adalah perihal penetapan hari raya Purim. Di mana melalui perantaraan Mordekhai ditetapkan hari raya Purim[8] sebagai perayaan atas diperolehnya keamanan orang Yahudi dari musuh­-musuhnya; suatu hari sukacita yang mewajibkan pemberian sedekah bagi orang miskin.

3.1.2 Providensi Allah Dalam Hukum Sipil

Hukum sipil terdiri dari “hukum-hukum yang mencerminkan keperdulian sosial di mana orang Israelakan hidup dengan kepedulian yang benar terhadap sesamanya dalam kerajaan mediatorial ini. Hukum-hukum itu memberikan referensi untuk budak, referensi untuk tidak mencelakakan orang lain, hak kepemilikan, penindasan kepada janda dan yatim piatu, peminjaman uang, dan kepedulian-kepedulian yang lain.”[9]

Peraturan tentang hak-hak manusia dalam Keluaran 23:1-13 merupakan penegasan dari hukum sipil yang mengatur pula di dalamnya tentang hak-hak dari orang miskin yaitu: (1) Dalam suatu kesaksian hukum atas orang miskin tidak melakukan keberpihakan secara berlebihan hingga membelokkan hukum (Kel 23:2­3); (2) Namun demikian, Keluaran 23:6 juga mengingatkan agar jangan memperkosa hak orang miskin dalam memutuskan perkaranya. (3) Sedangkan dalam Keluaran 23: 11 ditetapkan adanya peraturan bahwa:

Pada tahun ketujuh haruslah [engkau] <setiap orang Israel> membiarkannya dan meninggalkannya <hasil tanah> begitu saja, supaya orang miskin di antara bangsamu dapat makan, dan apa yang ditinggalkan mereka haruslah dibiarkan dimakan binatang hutan. Demikian juga kaulakukan dengan kebun anggurmu dan kebun zaitunmu. (TB LAI)

Sementara hukum sipil yang dapat disebut sebagai bagian yang cukup lengkap berbicara mengenai hukum sipil bagi orang miskin terdapat dalam Ulangan 15:1-23 yang berbicara tentang tahun penghapusan hutang; maklumat mengenai penghapusan hutang demi nama TUHAN. “Ulangan 15:4,7,15”[10] berbicara secara eksplisit mengenai orang miskin:

Bagian lain yang berbicara cukup lengkap tentang hukum sipil bagi orang miskin terdapat dalam Ulangan 24:6-22 yang berbicara tentang melindungi sesama manusia sebagai suatu bentuk kepedulian atas sesama. “Ulangan 24:12,14,15”[11] berbicara secara eksplisit mengenai orang miskin.

3.1.3 Providensi Allah Dalam Hukum Seremonial

Hukum seremonial dijelaskan terutama di Keluaran 25:1-40:38 (demikian pula di Imamat dan Bilangan), meliputi tabernakel, pakaian dan fungsi dari imam-imam, dan korban-korban serta persembahan.[12] 

Keluaran 30:15 secara khusus menetapkan adanya persembahan khusus dalam pendaftaran untuk pendamaian atas nyawanya dengan Allah; di mana orang kaya agar tidak mempersembahkan lebih dan orang miskin juga tidak mempersembahkan kurang dari setengah syikal pada waktu dipersembahkan persembahan khusus itu kepada TUHAN.  

Sedangkan terkait dengan hukum bagi orang yang akan ditahirkan dari sakit kusta. lmamat 14:21[13] menegaskan adanya perlakuan khusus yang meringankan orang miskin dalam membayar persembahan unjukan-nya.

Terkait dengan penetapan hari raya Roti Tidak Beragi disebutkan dalam Imamat 23:22 adanya ketetapan mengenai di saat setiap bangsa Israel menuai hasil tanahnya, agar jangan menyabit ladangnya hingga habis sampai ke tepinya dan agar jangan memungut apa yang tertinggal dari penuaiannya, karena semuanya itu harus ditinggalkan bagi orang miskin dan bagi orang asing; karena ini adalah perintah TUHAN, Allah bangsa Israel.

Sementara hukum seremonial yang dapat disebut sebagai bagian terlengkap yang berbicara mengenai hukum seremonial bagi orang miskin terdapat dalam Imamat 25:1-22 yang berbicara tentang tahun sabat dan tahun yobel; Allah menetapkan adanya suatu peraturan bagi bangsa Israel jika sudah memasuki tanah perjanjian. Imamat 25:25,35,39 merupakan “bagian”[14] yang secara singkat dan cukup lengkap merangkumkan secara eksplisit konsep tahun sabat dan tahun yobel atas orang miskin:

Apabila saudaramu jatuh miskin, sehingga harus menjual sebagian dari miliknya, maka seorang kaumnya yang berhak menebus, yakni kaumnya yang terdekat harus datang dan menebus yang telah dijual saudaranya itu. (Im 25:25 TB LAI).

Apabila saudaramu jatuh miskin, sehingga tidak sanggup bertahan di antaramu, maka engkau hams menyokong dia sebagai orang asing dan pendatang, supaya ia dapat hidup di antaramu. (lm 25:35 TB LAI).

Apabila saudaramu jatuh miskin di antaramu, sehingga menyerahkan dirinya kepadamu, maka janganlah memperbudak dia. (Im 25:39 TB LAI).

Sedangkan terkait dengan penilaian pembayaran bagi seorang tertentu yang melakukan nazar, ditetapkan perlakuan khusus bagi orang miskin yang menegaskan adanya perlakuan khusus yang meringankan orang miskin dalam membayar nilai nazarnya.[15]

3.2 Providensi Allah Atas Orang Miskin Dalam Pelbagai Nubuat

Adapun providensi Allah atas orang miskin dalam pelbagai nubuat merupakan wujud nyata pemeliharaan dan pemerintahan Allah sebagai perkembangan lebih lanjut dari tuntunan Allah bagi perlakuan orang-orang Israel atas orang miskin dan sebaliknya. Di mana Allah mempergunakan pelbagai nubuat-Nya sebagai upaya untuk menyampaikan pesan-pesan-Nya bagi bangsa Israel dan umat percaya di masa ini, untuk dapat menghadirkan hidup ilahi di dalam dunia.[16] 

Dan peran nabi dalam hal ini sangatlah penting, karena mereka adalah perantara yang berbicara atas nama Allah melalui penafsiran atas kejadian-kejadian dari kegiatan Allah.[17] Adapun pelbagai nubuat yang terkait dengan orang miskin terdapat dalam penafsiran teologis dari: Nabi Yesaya, Nabi Yeremia, Nabi Yehezkiel, Nabi Amos dan Nabi Zakharia.  

3.2.1 Providensi Allah Dalam Nubuat Nabi Yesaya

Dalam konteks nubuat yang ditujukan Yesaya kepada para tokoh penting dari Kerajaan Yehuda dalam zaman pemerintahan Uzia, Yotam, Ahaz dan Hizkia. Allah memperingatkan para tokoh penting tersebut akan hukuman yang akan mereka terima, karena salah satu dosa penyesatan, ditujukan pula kepada orang miskin dari bangsa orang-orang Yehuda. Yesaya 3:14-15 menegaskan demikian:

TUHAN bertindak sebagai hakim atas tua-tua dan pemimpin-pemimpin umat-Nya: ‘Kamulah yang memusnahkan kebun anggur itu, barang rampasan dari orang yang tertindas tertumpuk di dalam rumahmu. Mengapa kamu menyiksa umat-Ku dan menganiaya orang-orang yang tertindas?’ demikianlah firman Tuhan ALLAH semesta alam. (TB LAI).

Berikutnya dalam konteks yang sama, Yesaya juga memperingatkan Efraim dan penduduk Samaria sebagai simbol dari bangsa Israel akan hukuman yang akan mereka terima, karena salah satu dosa ketidakadilan dan kelaliman, ditujukan pula kepada orang lemah dari bangsa orang-orang Yehuda (Yesaya 10:1-2[18]).

Dan masih dalam konteks yang sama, Yesaya juga mengingatkan bangsa Israel perihal akan datangnya Raja Damai yang akan di sertai Roh Tuhan, di mana Ia akan memutuskan segala sesuatunya berdasarkan roh hikmat dan pengertian yang ada pada dirinya, dan terkhusus dalam memutuskan pelbagai perkara dari orang-orang yang lemah dan tertindas dari bangsa orang-orang Yehuda. Yesaya 11:4 menegaskan demikian:

Tetapi ia akan menghakimi orang-orang lemah dengan keadilan, dan akan menjatuhkan keputusan terhadap orang-orang yang tertindas di negeri dengan kejujuran; ia akan menghajar bumi dengan perkataannya seperti dengan tongkat, dan dengan nafas mulutnya ia akan membunuh orang fasik. (TB LAI).

Dalam konteks nubuat yang ditujukan Yesaya kepada sejumlah bangsa-bangsa lain yang hidup di sekitar bangsa Israel. Allah memperingatkan bangsa-bangsa tersebut akan penghukuman yang akan mereka terima, karena pelbagai dosa yang mereka lakukan. Salah satu nubuat yang ditujukan kepada bangsa Filistin dalam tahun matinya raja Ahas, Yesaya menubuatkan suatu janji bagi orang yang hina dan miskin dalam Yesaya 14:30 demikian:

Yang paling hina dari umat-Ku akan mendapat makanan dan orang-orang miskin akan diam dengan tenteram, tetapi keturunanmu akan Kumatikan dengan kelaparan, dan sisa­sisamu akan Kubunuh.” (TB LAI).

Sementara dalam konteks nubuat Yesaya yang lebih bemuansa eskatologis bagi masa depan dunia. Yesaya menegaskan ucapan syukumya kepada Allah atas pemusnahan musuh dan dalam kaitannya dengan pertolongan Allah atas orang yang lemah dan miskin di dalam Yesaya 25:4 demikian:

Sebab Engkau menjadi tempat pengungsian bagi orang lemah, tempat pengungsian bagi orang miskin dalam kesesakannya, perlindungan terhadap angin ribut, naungan terhadap panas terik, sebab amarah orang-orang yang gagah sombong itu seperti angin ribut di musim dingin. (TB LAI).

Dan lebih jauh, Yesaya juga bemubuat akan tindakan yang akan di lakukan Allah melalui orang-orang sengsara atas musuh-musuh Allah, sesuai dengan rancangan­Nya.[19]

Tetapi dalam nuansa yang tidak lagi bemada penghukuman, Yesaya juga bemubuat dalam konteks keselamatan yang ditujukan Yesaya bagi bangsa yang berada di dalam pembuangan (Babylonia). Allah menjanjikan perihal kebangkitan seorang pembebas, di mana TUHAN sendiri yang akan menjadi pembebas, namun Ia akan di-inkamasikan dari keturunan IsraelN akub dan dalam hal ini juga akan menjadi pembebas bagi orang miskin dari bangsa Israel dalam zaman itu dan juga bagi seluruh bangsa di segala zaman. Yesaya 41: 17 menegaskan demikian:

Orang-orang sengsara dan orang-orang miskin sedang mencari air, tetapi tidak ada, lidah mereka kering kehausan; tetapi Aku, TURAN, akan menjawab mereka, dan sebagai Allah orang Israel Aku tidak akan meninggalkan mereka. (TB LAI).

Sementara dalam konteks perihal penggenapan keselamatan dan syarat-syaratnya. Yesaya menegaskan salah satu, penegasan mengenai kesalehan yang sejati dan dalam kaitannya dengan konteks berpuasa yang sejati, Yesaya 58:6-7 menegaskan demikian:

Bukan! Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri! (TB LAI).

Dan masih dalam konteks yang sama, Yesaya juga menegaskan nubuat Allah yang kemudian akan diucapkan kembali dalam masa hidupnya Yesus Kristus di dalam Sinagoge di Yerusalem. Yesaya 61:1 menubuatkan demikian:

Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang­orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara. (Yes 61:1 TB LAI).

Sebuah nubuatan mesianik yang ditujukan kepada setiap orang miskin, dalam pemahaman kemiskinan baik secara materi, miskin secara sosial, dan yang terpenting kepada setiap orang berdosa (miskin secara rohani).

3.2.2 Providensi Allah Dalam Nubuat Nabi Yeremia

Adapun konteks nubuat Allah yang di sampaikan oleh Yeremia adalah: (l) di dalam zaman Yosia bin Amon, raja Yehuda, dalam tahun yang ketiga helas dari pemerintahannya; juga (2) di dalam zaman Yoyakim bin Yosia, raja Yehuda, sampai akhir tahun yang kesebelas zaman Zedekia bin Yosia, raja Yehuda, dan juga (3) di saat penduduk Yerusalem diangkut ke dalam pembuangan dalam bulan yang kelima.

Yeremia 2:34a[20] menggambarkan, Allah memperingatkan akan dosa-dosa dari bangsa Israel di masa akhir Kerajaan Yehuda, di mana mereka memperlakukan orang miskin dari bangsa orang-orang Yehuda dengan tidak layak.

Sementara dalam konteks hukuman yang harus diterima oleh bangsa Israel di Yehuda. Yesaya juga menegaskan salah satu penegasan mengenai ketidaklayakan perlakuan mereka atas orang miskin, Yeremia 5:27-28 menegaskan demikian:

Seperti sangkar menjadi penuh dengan burung-burung, demikianlah rumah mereka menjadi penuh dengan tipu; itulah sebabnya mereka menjadi orang besar dan kaya, orang gemuk dan gendut. Di samping itu mereka membiarkan berlalu kejahatan-kejahatan, tidak mengindahkan hukum, tidak memenangkan perkara anak yatim, dan tidak membela hak orang miskin. (TB LAI).

Dan lebih jauh, Yeremia juga bemubuat (Yer. 22:15-16[21]) tentang perbandingan perlakuan atas orang miskin dari raja Zedekia dengan ayahnya, di mana Yeremia dalam kaitan ini menubuatkan akan kejatuhan Zedekia dari tahtanya.

Tetapi yang menarik Yeremia juga menubuatkan (Yeremia 39:10[22]), bahwa sebagian dari orang-orang miskin justru tidak harus mengalami pembuangan ke Babel, dan orang-orang inilah yang akan mengelola kebun dan ladang yang di tinggalkan orang-orang Israel yang terbuang.

3.2.3 Providensi Allah Dalam Nubuat Nabi Yehezkiel

Adapun konteks nubuat Allah yang di sampaikan oleh Yehezkiel adalah: pada tahun ketiga puluh, dalam bulan yang keempat, pada tanggal lima bulan itu yaitu tahun kelima sesudah raja Yoyakhin dibuang, ketika Yehezkiel bersama-sama dengan para buangan berada di tepi sungai Kebar (di Babylonia).

Yehezkiel bernubuat melawan Israel, tetapi yang menarik Yehezkiel mengkaitkan ketidaksetiaan, persundalan dan hukuman atas Yerusalem dengan dosa-dosa dari Sodom. Dan dalam kaitan ini salah satu kesalahan yang diingatkan Allah sebagai dosa adalah:

Lihat, inilah kesalahan Sodom, kakakmu yang termuda itu: kecongkakan, makanan yang berlimpah-limpah dan kesenangan hidup ada padanya dan pada anak-anaknya perempuan, tetapi ia tidak menolong orang-orang sengsara dan miskin. (Yeh 16:49 TB LAI).

Lebih jauh lagi, Yehezkiel juga bernubuat untuk mengingatkan perbedaan dari orang benar dan orang jahat, dalam konteks perlakuan atas orang miskin. Yehezkiel 18:7 dan 18:12 membandingkan demikian:

Tidak menindas orang lain, ia mengembalikan gadaian orang, tidak merampas apa·apa, memberi makan orang lapar, memberi pakaian kepada orang telanjang. (Yeh 18:7 TB LAI).

Menindas orang sengsara dan miskin, merampas, tidak mengembalikan gadaian orang, melihat kepada berhala-berhala dan melakukan kekejian. (Yeh 18:12 TB LAI).

Demikian pula Yehezkiel juga kembali bernubuat (Yeh 22:29[23]) untuk mengingatkan hakikat dari keberdosaan bangsa Israel dalam konteks perlakuan atas orang miskin adalah karena mereka telah melawan hukum; hukum yang telah ditetapkan oleh Allah sendiri. Dan karenanya, dosa mereka yang sesungguhnya adalah dosa karena melawan Allah sendiri melalui perlakuan mereka atas orang miskin.

3.2.4 Providensi Allah Dalam Nubuat Nabi Amos dan Nabi Zakaria

Adapun konteks nubuat Allah yang di sampaikan oleh Amos adalah: (1) pada zaman Uzia, raja Yehuda, dan (2) dalam zaman Yerobeam, anak Yoas, raja Israel, (3) dua tahun sebelum gempa bumi.

Amos bernubuat melawan dosa-dosa dari bangsa Israel maupun bangsa-bangsa lain. Dan dalam kaitan ini salah satu kesalahan yang diingatkan Allah sebagai dosa adalah di saat bangsa Israel di KerajaanIsrael (utara):

Menginjak-injak kepala orang lemah ke dalam debu dan membelokkan jalan orang sengsara; anak dan ayah pergi menjamah seorang perempuan muda, sehingga melanggar kekudusan nama-Allah. (Am. 2:7 TB LAI).

Nubuat berikutnya ditujukan kepada para perempuan Samaria yang hidup dalam kemewahan (lembu-Iembu Basan), yang berbunyi:

Dengarlah firman ini, hai lembu-lembu Basan, yang ada di gunung Samaria, yang memeras orang lemah, yang menginjak orang miskin, yang mengatakan kepada tuan­-tuanmu: bawalah ke mari, supaya kita minum-minum! (Am 4:1 TB LAI).

Nubuat Amos lainnya yang masih terkait dengan perlakuan tidak adil atas orang miskin ditujukan untuk memperingatkan bangsa (Lit. “Kaum”) Israel yang memperkosa keadilan, menegaskan:

Sebab itu, karena kamu menginjak-injak orang yang lemah dan mengambil pajak gandum dari padanya, sekalipun kamu telah mendirikan rumah-rumah dari batu pahat, kamu tidak akan mendiaminya; sekalipun kamu telah membuat kebun anggur yang indah, kamu tidak akan minum anggumya. (Am 5:11 TB LAI).

Sebab Aku tahu, bahwa perbuatanmu yang jahat banyak dan dosamu berjumlah besar, hai kamu yang menjadikan orang benar terjepit, yang menerima uang suap dan yang mengesampingkan orang miskin di pintu gerbang. (Am 5:12 TB LAI).

Nada peringatan yang sama dari nubuat Amos kembali ditegaskan dalam Amos 8:4-6 berikut ini:

Dengarlah ini, kamu yang menginjak-injak orang miskin, dan yang membinasakan orang sengsara di negeri ini. (Am 8:4 TB LAI).

Supaya kita membeli orang lemah karena uang dan orang yang miskin karena sepasang kasut; dan menjual terigu rosokan? (Am 8:6 TB LAI).

Dan karena itulah Allah sendiri telah menubuatkan melalui Amos, yaitu:

TUHAN telah bersumpah demi kebanggaan Yakub: “Bahwasanya Aku tidak akan melupakan untuk seterusnya segala perbuatan mereka!” (Am. 8:7 TB LAI).

Providensi Allah melalui nubuat juga dapat ditemukan dalam nubuat nabi zakharia yang konteks nubuatnya adalah: dalam bulan yang kesembilan pada tahun keempat zaman Darius (Raja Persia). Zakharia bernubuat tentang salah satu syarat dari kegenapan dalam ibadah puasa yang baik adalah melalui perlakuan yang semestinya atas orang miskin, dengan tidak menindas ataupun meraneangkan kejahatan atas mereka (Zak 7: 10[24]).

3.3 Providensi Allah Atas Orang Miskin Dalam Pelbagai Hikmat

Providensi Allah atas orang miskin dalam pelbagai hikmat merupakan wujud nyata pemeliharaan dan pemerintahan Allah sebagai perkembangan lebih lanjut dari tuntunan Allah bagi perlakuan orang-orang Israelatas orang miskin dan sebaliknya. Di mana Allah mempergunakan pelbagai hikmat sebagai suatu “jalan atau cara hidup”[25] bagi bangsa Israel dan umat percaya di masa ini untuk dapat hidup dalam persekutuan dengan Tuhan dan pelbagai ketetapan hukum-Nya, suatu pendekatan agar setiap umat pilihan-Nya dapat menjadi lebih “bijak”[26] dalam hidup.

Adapun pelbagai hikmat yang terkait dengan orang miskin terdapat dalam: pelbagai percakapan tentang problema hidup dalam Kitab Ayub; pelbagai kebijaksanaan dalam Mazmur; peribahasa pendek dalam Amsal; serta pelbagai renungan tentang kehidupan dalam Pengkhotbah.

3.3.1 Providensi Allah Dalam Kitab Ayub

Tema dari kitab Ayub adalah mempelajari penderitaan. Di mana kunjungan dan percakapan Elifas, Bildad, dan Zofar, serta pidato Elihu mempakan bagian yang dapat menggambarkan sikap Ayub dalam menghadapi pelbagai percobaan (Ayub 3-37). Berikut beberapa bagian dari percakapan yang dimaksud yang berbicara tentang orang miskin dan problema hidup di dalamnya.

Elifas (seorang yang melambangkan orang yang berpengetahuan) menegur Ayub, dengan menunjuk Ayub layaknya orang miskin (yang meupakan gambaran orang berdosa) yang semestnya tidak mengeluh dan hanya berharap kepada Allah?[27]

Sementara Zofar (seorang yang suka memperbincangkan benar salahnya suatu hal) menegur Ayub, dengan menunjuk Ayub layaknya orang fasik akan menerima ganjaran dari Allah, bahkan memohon pertolongan kepada orang miskin, salah satunya karena dosa-nya sebelumnya atas orang miskin; jika Ayub tidak segera kembali kepada Allah.[28]

Yang menarik, ketika Ayub berupaya membela dirinya dari teguran Allah melalui Elifas, dengan mengingatkan ketidakadilan Allah yang seperti menutup mata atas kejahatan orang-orang lain (di mana salah satunya kejahatan mereka atas orang miskin), tetapi Allah tidak menjatuhkan hukuman yang setimpal atas mereka?[29]

Berikutnya, Ayub juga teringat akan masa indah di masa lalunya, di mana salah satu peristiwa yang diingatnya adalah di saat ia menolong orang sengsara dan anak piatu, serta ia menerima ucapan berkat pada saat itu. Tetapi di saat Ayub menderita, mereka justm menertawakan-nya.[30] Suatu kontradiksi yang membuat Ayub mengingatkan Allah atas keperduliannya dahulu atas orang miskin.[31]

Sedangkan bagian terakhir dari Ayub yang terkait dengan orang miskin adalah di saat Elihu mengingatkan Ayub bahwa Allah tidak berlaku curang dan hanya orang berdosa yang dihukumnya. (Suatu perkataan yang seakan-akan hendak mengingatkan Ayub, bahwa Ia sesungguhnya sedang dicobai dan bukan sedang dihukum).[32]

3.3.2 Providensi Allah Dalam Kitab Mazmur

Kitab Mazmur merupakan teladan ungkapan etika. Hubungan manusia dengan Allah menentukan benar salahnya hubungannya dengan sesama.[33] Karena itu untuk menganalisa providensi Allah atas orang miskin dalam kitab Mazmur, patut diperhatikan konteks dari penulisannya, untuk makna teologis yang lebih tepat.

Dalam kitab pertama dari Mazmur yang berhubungan dengan masa permulaan kerajaan Israel di bawah pimpinan Daud, terdapat beberapa bagian yang terkait dengan orang miskin. “Mazmur 14:6; 22:6; 34:6; 35:10; 37:14; dan 40:17”[34] termasuk di dalamnnya. Tetapi Mazmur 14:6 cukup mewakili gambaran providensi Allah atas orang miskin, demikian:

Kamu dapat mengolok-olok maksud orang yang tertindas, tetapi TUHAN adalah tempat perlindungannya. (Mzm 14:6 TB LAI).

Sementara kitab kedua dan ketiga dari Mazmur berhubungan dengan masa akhir dari kerajaan Israeldi bawah pimpinan Hizkia, di mana terdapat beberapa bagian yang terkait dengan orang miskin. “Mazmur 49:2; 68:10; 69:32; 70:5; 74:21; 82:3; 86:1.”[35] Tetapi Mazmur 68:10 cukup mewakili gambaran providensi Allah atas orang miskin, demikian:

Sehingga kawanan hewan-Mu menetap di sana; dalam kebaikan-Mu Engkau memenuhi kebutuhan orang yang tertindas, ya Allah. (Mzm 68:10 TB LAI).

Sementara kitab ketiga dan keempat dari Mazmur berhubungan dengan masa selama dan sesudah masa pembuangan ke Babel, di mana terdapat beberapa bagian yang terkait dengan orang miskin. “Mazmur 109:16, 22; 112:9; 113:7; 132:15; 140:12.”[36] Tetapi Mazmur 113:7 cukup mewakili gambaran providensi Allah atas orang miskin, demikian:

Ia menegakkan orang yang rona dari dalam debu dan mengangkat orang yang miskin dari Lumpur. (Mzm 113:7 TB LAI).

3.3.3 Providensi Allah Dalam Amsal

Kata Ibrani yang ditejemahkan sebagai “amsal” secara harfiah berarti persamaan atau perbandingan. Kitab Amsal menyatakan kasih terhadap sesama kita.[37] Karena itu untuk menganalisa providensi Allah atas orang miskin dalam kitab Amsal, patut diperhatikan konteks dari penulisannya, sehingga dapat diperoleh makna teologis yang lebih tepat.

Amsal 10:1-22:16 memang patut disebut Amsal. Penulis selalu membedakan antara orang benar dan orang fasik, dan antara yang benar dan yang salah, di mana ada banyak penerapan praktis di dalamnya. Adapun beberapa bagian yang berbicara tentang orang miskin adalah “Amsal 10:4,15; 13:7,8; 13:23; 14:20,31; 17:5; 18:23; 19:1,4,7,17,22; 20:13; 21:13,17; dan 22:2,7,9,16”[38] termasuk di dalamnya.

Tetapi Amsal 10:4; 14:31; 19:17,22; 22:2,9 cukup mewakili gambaran providensi Allah atas orang miskin, demikian:

Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya. (Ams 10:4 TB LAI).

Siapa menindas orang yang lemah, menghina Penciptanya, tetapi siapa menaruh belas kasihan kepada orang miskin, memuliakan Dia. (Ams 14:31 TB LAI).

Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu. (Ams 19: 17 TB LAI).

Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya; lebih baik orang miskin dari pada seorang pembohong. (Ams 19:22 TB LAI).

Orang kaya dan orang miskin bertemu; yang membuat mereka semua ialah TUHAN. (Ams 22: 2 TB LAI).

Orang yang baik hati akan diberkati, karena ia mernbagi rezekinya dengan si miskin. (Ams 22:9 TB LAI).

Amsal 22: 17-24:34 terdiri dari petunjuk-petunjuk pokok. Amsal ini ditujukan untuk seorang anak, walaupun sering diterapkan kepada orang yang berdosa. Adapun beberapa bagian yang berbicara tentang orang miskin adalah “Amsal 22:22 dan 23:21”[39] termasuk di dalamnnya. Tetapi Amsal 22:22 cukup mewakili gambaran providensi Allah atas orang miskin, demikian:

Janganlah merampasi orang lemah, karena ia lemah, dan janganlah menginjak-injak orang yang berkesusahan di pintu gerbang. Ams 22: 22

Amsal 25-29 terdiri dari amsal-amsal yang dikumpulkan oleh pegawai-pegawai Hizkia. Tekanan pada pertanian menunjukkan bahwa maksud-maksud petunjuk­petunjuk ini lebih ditujukan kepada hal-hal ekonomi dari pada etika; di mana para petani merasa tertarik pada kehidupan yang mewah dan penuh kejahatan di kota-kota, dan terancam bahaya kesombongan, makanan yang berlimpah, dan kemalasan yang luar biasa. Adapun beberapa bagian yang berbicara tentang orang miskin adalah “Amsal 28:3,6,8,11,27 dan 29:7,13,14”[40] termasuk di dalamnnya. Tetapi Amsal 28:8,27 cukup mewakili gambaran providensi Allah atas orang miskin, demikian:

Orang yang memperbanyak hartanya dengan riba dan bunga uang, mengumpulkan itu untuk orang-orang yang mempunyai belas kasihan kepada orang-orang lemah. (Ams 28:8 TB LAI).

Siapa memberi kepada orang miskin tak akan berkekurangan, tetapi orang yang menutup matanya akan sangat dikutuki. (Ams 28:27 TB LAI).

Amsal 30-31 terdiri dari doa dan ajaran Agur kepada Itiel dan Ukhal, serta Firman Allah yang diajarkan kepada Raja Lemuel (sangat mungkin Lemuel adalah Salomo) oleh ibunya. Adapun beberapa bagian yang berbicara tentang orang miskin adalah “Amsal 30:9,14 dan 31:9,20”[41] termasuk di dalamnya. Tetapi Amsal 30:9 dan 31 :20 cukup mewakili gambaran providensi Allah atas orang miskin, demikian:

Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri. dan mencemarkan nama Allahku. (Ams 30:9 TB LAI).

Ia memberikan tangannya kepada yang tertindas. mengulurkan tangannya kepada yang miskin. (Ams 31 :20 TB LAI).

3.3.4 Providensi Allah Dalam Pengkhotbah

Latar belakang kitab Pengkhotbah adalah kemakmuran dan kekuasaan kehidupan Salomo sendiri. Kitab ini menggambarkan kehampaan “harta di bumi,” agar mendorong manusia untuk “mengumpulkan harta di sorga” dan memikirkan perkara yang di atas.[42] Karena itu untuk menganalisa providensi Allah atas orang miskin dalam kitab Pengkhotbah, patut diperhatikan konteks dari penulisannya, sehingga dapat diperoleh makna teologis yang lebih tepat.

Adapun beberapa bagian yang berbicara tentang orang miskin adalah “Pengkhotbah 4:13; 5:8; 6:8; dan 9:15,16”[43] tennasuk di dalamnnya. Tetapi Pengkhotbah 5:8 dan 9:16 cukup mewakili gambaran providensi Allah atas orang miskin, demikian:

Kalau engkau melihat dalam suatu daerah orang miskin ditindas dan hukum serta keadilan diperkosa, janganlah heran akan perkara itu, karena pejabat tinggi yang satu mengawasi yang lain, begitu pula pejabat-pejabat yang lebih tinggi mengawasi mereka. (Pkh 5:8 TB LAI).

Kataku: “Hikmat lebih baik dari pada keperkasaan, tetapi hikmat orang miskin dihina dan perkataannya tidak didengar orang. (Pkh 9:16 TB LAI).

3.4 Providensi Allah Atas Orang Miskin Dalam Tindakan Secara Langsung

Providensi Allah atas orang miskin dinyatakan-Nya melalui pelbagai tindakan aktif­Nya dalam tindakan pemeliharaan Allah yang mengangkat manusia (termasuk pula orang miskin) sebagai mandataris Allah untuk dunia ini; dan juga melalui pengendalian serta bimbingan-Nya dalam pemerintahan-Nya atas alam semesta. Tetapi secara khusus, Allah juga telah menyatakan tindakan-Nya secara langsung dalam menolong “mereka yang miskin dan tertindas” sebagai bagian tak terpisahkan dari wujud providensi-Nya dalam hukum, nubuat dan hikmat yang seeara langsung diwujudnyatakan melalui pengalaman pembebasan bangsa Israel dari tanah Mesir dan tanah Babylonia; dua peristiwa eampur tangan Allah yang secara langsung memberikan gambaran yang seimbang baik secara rohani maupun dalam kaitannya dengan gagasan shalom dalam Perjanjian Lama.

3.4.1 Providensi Allah Dalam Pembebasan Dari Tanah Mesir

Kemiskinan secara materi, demikianlah gambaran yang tepat bagi kondisi dari bangsa Israel, sebelum mengalami tahap kemiskinan berikutnya yaitu kemiskinan karena penindasan seeara sosial di tanah Mesir. Di mana secara historis, diketahui melalui peristiwa kelaparan yang sangat hebat di tanah Kanaan yang bangsa Israel alami, akibatnya adalah mereka harus pergi ke tanah Mesir untuk dapat bertahan hidup, awalnya hidup dalam kecukupan di bawah pimpinan Yusuf, tetapi akhimya mereka harus hidup sebagai budak yang mengalami penindasan, dan pada akhimya Allah sendiri yang bertindak untuk menyatakan providensi-Nya dengan membebaskan mereka dari belenggu kekuasaan Firaun dari Mesir.

Tetapi melalui peristiwa pembebasan dari tanah Mesir, Allah sendiri telah menyatakan diri-Nya melalui: kemahakuasaan-Nya, pertolongan-Nya atas kesengsaraan umat pilihan-Nya, peneguhan perjanjian-Nya dengan Israel, kepemimpinan-Nya dalam sejarah, proses pendewasaan atas umat pilihan-Nya, sebagai Allah yang berbicara pula di luar Israel, kedaulatan-Nya atas Israel; kedaulatan-Nya atas sejarah, juga kedaulatan-Nya atas bangsa-bangsa lain, kehadiran-Nya melalui firman-Nya, penyertaan-Nya, serta janji-Nya akan tuntunan­Nya menuju tanah perjanjian. Dan keseluruhan gambaran tindakan Allah ini, jelas merupakan tindakan providensi Allah secara langsung bagi setiap bangsa Israel yang miskin secara materi dan tertindas secara sosial; dan juga masih relevan bagi setiap orang percaya di masa ini baik secara rohani dan jasmani.

3.4.2 Providensi Allah Dalam Pembebasan Dari Tanah Babylonia

Kemiskinan secara rohani, demikianlah gambaran yang tepat bagi kondisi dari bangsa Israel sebelum mengalami pembuangan ke Babylonia. Di mana secara historis, diketahui melalui pelbagai dosa kejahatan yang mereka lakukan, akibatnya adalah mereka harns jatuh ke dalam pembuangan, hidup dalam pembuangan, dan pada akhimya Allah sendiri yang bertindak untuk menyatakan providensi-Nya dengan membebaskan mereka dari belenggu kekuasaan Babylonia dan Persia.

Tetapi yang terpenting melalui peristiwa pembebasan dari tanah Babylonia, Allah sendiri telah menyatakan diri-Nya melalui: kemahakuasaan-Nya, penghukuman-Nya atas umat pilihan-Nya, pembaharuan peIjanjian-Nya dengan Israel, kepemimpinan-Nya dalam sejarah, penyueian dan pemurnian atas umat pilihan-Nya, sebagai Allah yang berbieara pula di luar Israel, kedaulatan-Nya atas Israel; kedaulatan-Nya atas sejarah, juga kedaulatan-Nya atas bangsa-bangsa lain, kehadiran-Nya melalui frrman-Nya, penyertaan-Nya, serta janji-Nya akan penebusan­Nya. Dan keseluruhan gambaran tindakan Allah ini, jelas merupakan tindakan providensi Allah secara langsung bagi setiap bangsa Israel yang miskin secara rohani dan juga bagi setiap orang percaya di masa ini.

3.5 Signifikansi Teologis Bagi Providensi Allah Atas Orang Miskin Masa Kini

Melalui konstitusi Israel[44], diperoleh beberapa makna teologis yang memiliki signifikansi bagi orang miskin masa kini, yaitu: (1) Allah telah menetapkan standar moral mengenai: pelarangan penindasan atas orang miskin, pemberian bagian tertentu dari hasil keIja bagi orang miskin, penegakan kebenaran dalam peradilan yang sewajamya atas orang miskin, serta konsep pemberian sedekah bagi orang miskin di saat sukacita; (2) Allah juga telah menetapkan standar hukum yang meneerminkan keperdulian sosial mengenai: hak orang miskin dalam pemutusan perkara hukum agar tidak dibela berlebihan tetapi jangan pula memperkosa haknya, hak atas bagian tertentu dari hasil kerja bagi orang miskin, hak orang miskin untuk memperoleh penghapusan hutang di masa tertentu, serta hak orang miskin untuk dilindungi dari eksploitasi yang tidak manusiawi (kesewenangan, pemerasan, dan manipulasi hak); (3) Allah-pun telah menetapkan sejumlah hukum seremonial yang sebaiknya dipahami dalam hakikatnya, yaitu adanya hakikat tentang: kedudukan orang miskin yang sederajat dengan manusia lain, keringanan dalam aspek-aspek tertentu atas orang miskin karena sebab kemiskinannya, serta konsep pertolongan atas orang miskin yang berdasarkan prinsip memandirikan.

Melalui nubuat para Nabi, diperoleh beberapa makna teologis yang memiliki signiflkansi bagi orang miskin masa kini, yaitu: (1) Melalui nubuat Yesaya: Allah telah memperingatkan akan besarnya dosa yang timbul akibat penyiksaan dan penganiayaan orang miskin, Allah juga menganggap ketetapan yang tidak adil atau keputusan yang lalim merupakan dosa yang akan mencelakakan pelakunya, Allah menjanjikan kedatangan “Raja Damai”[45] dan Pembebas yang akan membawa keadilan, kejujuran, kabar baik dan jawaban bagi setiap orang miskin, Allah-pun menjanjikan kecukupan dan ketentraman bagi orang miskin, Allah bahkan menyebut diri-Nya sebagai tempat pengungsian bagi orang miskin, dan selain itu Allah juga menuntut puasa sebagai bagian dari ibadah yang sejati adalah di saat setiap orang mengulurkan tangannya dengan segenap yang dimiliki untuk membebaskan orang miskin dari pelbagai problem hidupnya; (2) Melalui nubuat Yeremia: Allah kembali mengingatkan akan dosa yang timbul akibat perlakuan tak layak, kejahatan, ketidakadilan dan tidak diindahkannya hak atas orang miskin, tetapi selain itu Allah juga menjanjikan akan adanya pertolongan khusus bagi mereka yang benar-benar miskin; (3) Melalui nubuat Yehezkiel: kembali Allah mengingatkan akan betapa berdosanya orang­orang yang sarna sekali tidak mengulurkan tangannya bagi orang miskin dan terlebih jika menindasnya. dan lebih jauh Allah juga mengingatkan bahwa penindasan atas orang miskin sama halnya dengan melawan Allah sendiri; (4) Melalui nubuat Amos dan Zakharia: Allah menegaskan bahwa menindas orang miskin ataupun hidup dalam kemewahan tanpa kepekaan atas orang miskin sama halnya dengan melanggar kekudusan nama Allah, Allah juga mengingatkan tindakan pemerkosaan keadilan akan membawa pelakunya menuju kebinasaan dan atas hal ini Allah tidak akan pemah melupakan dosa mereka, dan selain itu Allah juga kembali mengajarkan kegenapan ibadah puasa yang baik adalah disaat orang miskin tidak ditindas dan kesetiaan serta kasih sayang dinyatakan atas mereka.

Melalui pelbagai hikmat, diperoleh beberapa makna teologis yang memiliki signifikansi bagi orang miskin masa kini, yaitu: (1) Melalui hikmat dalam Ayub: Allah mengingatkan manusia di tengah penderitaan-nya. ditegaskan pula tentang Allah yang selalu adil, serta kesengsaraan sebagai sarana yang kadangkala dipakai Allah untuk menguji ketaatan orang percaya; (2) Melalui hikmat dalam Mazmur: Allah mengingatkan kedudukannya sebagai tempat perlindungan orang miskin, Allah memastikan akan mencukupkan kebutuhan orang miskin, serta Allah juga memastikan akan menegakkan dan mengangkat orang yang miskin dari kesulitannya; (3) Melalui hikmat dalam Amsal: Allah mengingatkan salah satu penyebab kemiskinan adalah kemalasan, Allah juga menegaskan penindasan atas orang miskin sarna dengan menghina Allah sendiri, serta sebaliknya orang yang menaruh belas kasih bagi orang miskin bahkan diibaratkan sedang memiutangi Allah dan akan memperoleh berkat-Nya, namun demikian Allah juga mengingatkan bahwa baik orang miskin atau orang kaya sama-sama diciptakan-Nya, selain itu Allah juga menegaskan mereka yang menolong orang miskin tidak akan berkekurangan, dan Allah juga mengingatkan baik miskin atau kaya agar tidak menyangkal atau mencemarkan nama-Nya; (4) Melalui hikmat dalam pengkhotbah: Allah bahkan mengingatkan akan penindasan dan ketidakadilan atas orang miskin sebagai suatu konspirasi terselubung, dan selain itu Allah juga menegaskan hikmat orang miskin yang baik tetapi seringkali tidak didengar orang.

Melalui tindakan Allah secara langsung, diperoleh beberapa makna teologis yang memiliki signifikansi bagi orang miskin masa kini, yaitu: dengan seluruh kemampuan-Nya Allah sungguh-sungguh selalu mengarahkan pandangannya dan menyediakan diri-Nya bagi setiap orang miskin yang sungguh memohon pertolongan-Nya, bahkan lebih jauh Ia sendiri telah hadir ke dunia di dalam Yesus Kristus[46] untuk mewujud-nyatakan kasih setia-Nya bagi setiap orang miskin (baik yang miskin secara materi, karena penindasan sosial, ataupun yang miskin secara rohani/berdosa).

KESIMPULAN

Secara teologis dapat disimpulkan, adanya tahap awal dari perkembangan providensi Allah atas orang miskin, di mana awalnya Allah menyatakan diri-Nya di dalam hukum, hukum yang telah menjadikan orang miskin sebagai salah satu obyek terpenting. Lebih jauh, Allah menggunakan hokum untuk menuntun setiap orang miskin dan mengembangkan tuntunan-Nya yang lebih lanjut dengan sangat terperinci melalui nubuat para nabi, melalui pelbagai hikmat dan melalui tindakan langsung Allah dalam peristiwa sejarah.

Adapun tujuan antara dari tahap-tahap perkembangan providensi Allah atas orang miskin adalah: untuk mengingatkan kedudukan manusia sebagai mahluk yang beretika, serta untuk mengingatkan kedudukan kerajaan Allah di dunia. Di mana kedua tujuan antara ini adalah untuk mengingatkan adanya penggenapan yang sempuma dari kedua tujuan antara tersebut di dalam tujuan akhir dari perjanjian lama, yang menunjuk kepada Yesus Kristus sebagai “yang sempuma kemanusiaan-Nya” dan dalam kedudukan-Nya sebagai Raja.

Karena itu kesimpulan teologis dari makalah ini yaitu: providensi Allah Allah atas orang miskin dalam Perjanjian Lama adalah teologi tentang penyataan eksistensi dan tuntunan Allah dalam hukum, nubuat, hikmat dan pengalaman sejarah; bagi hubungan timbal-balik yang benar dari setiap orang percaya dan orang miskin, dalam statusnya sebagai mahluk yang beretika dan warga Kerajaan Allah, dalam kegenapan terang Yesus Kristus sebagai “Anak Manusia” dan “Raja dari Kerajaan Allah”.

 

DAFTAR PUSTAKA

Baab, Otto J., The Theology Of The Old Testament. New York: Abingdon-Cokesbury Press, 1935.

Benson, Clarence H., Pengantar Peryanjian Lama: Puisi dan Nubuat, Trj. Malang: Penebit Gandum Mas, 1983.

Dymess, William, Tema-Tema Dalam Teologi Peryanjian Lama, trj. Malang: Penerbit Gandum Mas, 2004.

Enns, Paul. The Moody Handbook Of Theology I, trj. Malang: Literatur SAAT, 2004

Fletcher, Verne H., Lihatlah Sang Manusia. Yogyakarta: Duta Wacana University Press, 1990.

Goodrick, E. W., J.R. Kohlenberg III, The NIV Exhaustive Concordance. Michigan: Zondervan Publ. House, 1990.

Henry, Carl F.H. (Ed), Baker’s Dictionary Of Christian Ethics. Michigan: Baker Book House, 1981.

Jacob, Edmond, Theology Of The Old Testament. New York: Harper and Row Publ., 1958 Kohler, Ludwig, Old Testament Theology. Philadelphia: Westminster Press, 1957.

Oranje, L., Pertanggungan Jawab Pengharapan. Jakarta: BPK Gunung MuJia, 1972.

Rogerson, J., J. Barton, D.J.A. Clines, P. Joyce, Beginning Old Testament Study. Missouri: Chalice Press, 1998.

Sagala, Herlisse Y., “Penciptaan dan Pemelihaan Allah” dalam Diktat Kuliah Teologi Peryanjian Lama. Bandung: STT Bandung, 2006.



[1]E. W. Goodrick, J.R. Kohlenberg III, The NIV Exhaustive Concordance (Michigan: Zondervan Publ.House, 1990), hIm. 892-893. 

[2]John Barton, “Old Testament Theology” dalam J. Rogerson, J. Barton, D. J. A. Oines, P. Joyce,Beginning Old Testament Study (Missouri: Chalice Press, 1998), hlm. 95 mengatakan ” … One possibility for reuniting the aT with Christian theology may be called the ‘winding’ approach. This says that the aT does not give us direct information about God; but by showing us the various stages through which the religious awereness of the Israelite people passed it, it enables us to see how they were prepared for the fuller ‘revelation’ of God brought by Jesus.” 

[3]Mengingat akan masa lalu, di mana bangsa Israel-pun pernah menjalani status sebagai orang asing yang telah diperbudak di tanah Mesir dan kini telah menerima kemerdekaan. 

[4]Diktat Perkuliahan “Teologi Perjanjian Lama” oleh Herlisse Y. Sagala (STT Bandung, 2006) menguraikan “… Providensia Allah mencakup pemeliharaan dan pemerintahan; pemeliharaan berarti Tuhan memelihara alam dan mengangkat manusia sebagai mandataris Allah untuk dunia ini termasuk hukum-hukum yang ada (Bdk. Mzm 104:30; Yoh 5:17; Ibr 38:10..11), tatanan alam menunjukkan pemeliharaan-Nya; pemerintahan berarti Tuhan mengontrol dan membimbing, dalam pemerintahan Allah nyata juga kemahakuasaan-Nya dan kedaulatan-Nya atas alam semesta.” Sementara dalam L. Oranje, Pertanggungan Jawab Pengharapan (Takarta: BPK Gunung Mulia, 1972), Wm. 117 menyebutkan ” … Providensia sebenamya berasal dari perkataan Latin providere yang berarti: melihat sebeluIIlr juga dalam arti: melengkapi; … Dengan prihatin dan seksama Allah menyoroti tiap-tiap orang manusia dan memeliharanya.” Sedangkan dalam Carl F.H. Henry (Ed), Baker’s Dictionary Of Christian Ethics (Michigan: Baker Book House, 1981), hIm. 548 mendefinisikan ” .. Providence is God’s supervision of creation. This can be contemplated in tenns of Divine preservation, cooperation or concurrence, and government.”

[5]Edmond Jacob, Theology Of The Old Testament (New York: Harper and Row Publ., 1958), hlm. 270 menyebutkan” ... In the Old Testament the law, like the temple, is one answer the the problem of God’s presence; on the one hand it brings out God’s transcendence and savereigntyas they are expressed by his word, on the other hand, it shows how God intervenes in the world, leave nothing not even the smallest details, outside his sovereignty.” 

[6]Lih. Paul Enns, The Moody Handbook Of Theology I, terj. (Malang: Literatur SAAT, 2004), hlm. 63. 

[7]Ibid, hlm. 64. 

[8]“… menjadikan hari-hari itu hari perjamuan dan sukacita dan hari untuk antar-mengantar makanan dan untuk bersedekah kepada orang-orang miskin.” (Est 9: 22 TB LAl). 

[9]Lih. Paul Enns, The Moody Handbook Of Theology I, terj., hIm 64. 

[10]“Jika ia seorang miskin, janganlah engkau tidur dengan barang gadaiannyai” (Ul 24:12 TB LAI). “Janganlah engkau memeras pekerja harian yang miskin dan menderita, baik ia saudaramu maupun seorang asing yang ada di negerimu, di dalam tempatmu.” (Ul 24:14 TB LAI). “Pada hari itu juga harusIah engkau membayar upahnya sebelum matahari terbenami ia mengharapkannya, karena ia orang miskin supaya ia jangan berseru kepada TUHAN mengenai engkau dan hal itu menjadi dosa bagimu.” (Ul 24:15 TB LAI).

[11]“Maka tidak akan ada orang miskin di antaramu, sebab sungguh TUHAN akan memberkati engkau di negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk menjadi milik pusaka,” (Ul 15:4 TB LAI). “Jika sekiranya ada di antaramu seorang miskin, salah seorang saudaramu di dalam salah satu tempatmu, di negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, maka janganlah engkau menegarkan hati ataupun menggenggam tangan terhadap saudaramu yang miskin itu,” (Ul 15:7 TB LAI). “Sebab orang-orang miskin tidak hentinya akan ada di dalam negeri itu; itulah sebabnya aku memberi perintah kepadamu, demikian: Haruslah engkau membuka tangan lebar-Iebar bagi saudaramu, yang tertindas dan yang miskin di negerimu.” (Ul 15:11 TB LAI). 

[12]Paul Enns, The Moody Handbook of Theology, terj., hIm 64. 

[13]“Jikalau orang itu miskin dan tidak mampu, ia harus mengambil domba jantan seekor saja sebagai tebusan salah untuk persembahan unjukan, supaya diadakan pendamaian bagi orang itu, juga sepersepuluh efa tepung yang terbaik diolah dengan minyak untuk korban sajian, dan satu log minyak.” (Im. 14:21 TB LAl). 

[14]Imamat 25:47-49 juga berbicara tentang orang miskin, demikian: “Apabila seorang asing atau seorang pendatang di antaramu telah menjadi mampu, sedangkan saudaramu yang tinggal padanya jatuh miskin, sehingga menyerahkan dirinya kepada orang asing atau pendatang yang di antaramu itu atau kepada seorang yang berasal dari kaum orang asing, maka sesudah ia menyerahkan dirinya, ia berhak ditebus, yakni seorang dari antara saudara-saudaranya boleh menebus dia, atau saudara ayahnya atau anak laki-laki saudara ayahnya atau seorang kerabatnya yang terdekat dari kaumnya atau kalau ia telah mampu, ia sendiri berhak menebus dirinya.” (TB LAI). 

[15]“Tetapi jikalau orang itu terlalu miskin untuk membayar nilai itu, maka haruslah dihadapkannya orang yang dinazarkannya itu kepada imam, dan imam harus menilainyai sesuai dengan kemampuan orang yang bernazar itu imam hams menentukan nilainya.” (Im 27: 8 TB LAl). 

[16]Walter Eichrodt, “Theology of the Old Testament” dalam William Dyrness, Tema-Tema Dalam Teologi Perjanjian Lama (Malang: Penerbit Gandum Mas, 2004), hlm. 194 mengatakan ” … Nabi adalah perantara yang dipakai untuk membawa hidup ilahi ke dalam dunia yang sudah tertutup rapat untuk hidup itu.” 

[17]William Dyrness, Tema-Tema Dalam Teologi Perjanjian Lama, hlm. 194, disebutkan pula “…Selain itu, nabi menafsirkan kejadian-kejadian kegiatan Allah. Nabilah yang memungkinkan penafsiran teologis mengenai sejarah. Kejadian-kejadian yang diterangkan dan dinantikan oleh para nabi, menjadi wahana keselamatan Allah melalui penjelasan mereka. Kepada setiap peristiwa, nabi menambahkan kata-kata yang perlu bagi perwujudan sepenuhnya dari maksud-maksud Allah.” Tetapi selain itu Walter Eichrodt, “Amanat Sosial Perjanjian Lama” dalam Verne H. Fletcher, Lihatlah Sang Manusia (Yogyakarta: Duta Wacana University Press, 1990), hlm. 402 menekankan pula adanya dimensi sosial dati misi para nabi, yaitu: “…untuk melindungi perhatian terhadap keadilan sosial ini, dan untuk mendesak penerapannya secara tanpa syarat. Karena itu, khotbah-khotbah para nabi menyuarakan tuntutan terhadap para pemimpin rakyat-entah para raja dan pejabat-pejabatnya, atau para penatua kota dan kelompok marga, atau para imam dan nabi-nabi palsu-yang mau memanfaatkan keadaan-keadaan sulit untuk menghancurkan pembatasan-pembatasan yang tegas dari perintah Allah.” 

[18]“Celakalah mereka yang menentukan ketetapan-ketetapan yang tidak adit, dan mereka yang mengeluarkan keputusan-keputusan kelaliman, untuk menghalang-halangi orang-orang lemah mendapat keadilan dan untuk merebut hak orang-orang sengsara di antara umat-Ku, supaya mereka dapat merampas milik janda-janda, dan dapat menjarah anak-anak yatim!” (TB LAl). 

[19]“Kaki orang-orang sengsara, telapak kaki orang-orang lemah akan menginjak-injaknya.” (Yes 26:6 TB). 

[20]“Sampai-sampai pada bajumu terdapat darah orang-orang miskin yang tidak bersalah;” (fB LAI). 

[21]“Sangkamu rajakah engkau, jika engkau bertanding dalam hal pemakaian kayu aras? Tidakkah ayahmu makan minum juga dan beroleh kenikmatan? Tetapi ia melakukan keadilan dan kebenaran, serta mengadili perkara orang sengsara dan orang miskin dengan adil. Bukankah itu narnanya mengenal Aku? demikianlah firman TUHAN.” (fB LAl). 

[22]“Tetapi sebagian dati rakyat, yakni orang-orang miskin yang tidak mempunyai apa-apa, ditinggdikan di tanah Yehuda oleh Nebuzaradan, kepala pasukan pengawal. Pada waktu itu juga diberikannyalah kebun-kebun anggur dan ladang-ladang kepada mereka.” (TB LAI). 

[23]“Penduduk negeri melakukan pemerasan dan perampasan, menindas orang sengsara dan miskin dan mereka melakukan pemerasan terhadap orang asing bertentangan dengan hukum.” (TB LAI).  

[24]“Beginilah firman TUHAN semesta alam: Laksanakanlah hukum yang benar dan tunjukkanlah kesetiaan dan kasih sayang kepada masing-masing! (Zak 7:9). Janganlah menindas janda dan anak yatim, orang asing dan orang miskin, dan janganlah merancang kejahatan dalam hatimu terhadap masing-masing.” (TB LAI). 

[25]William Dymess, Tema-Tema Dalam Teologi Perjanjian Lama, hlm. 177 menyebutkan “…Hikmat; …menghasilkan cara hidup yang khas, suatu ‘jalan’ (Ibrani: derek). 

[26]Ibid, hlm. 179 menyebutkan pula “…hikmat adalah soal karakter dan bukan akal. Hikmat adalah pola hidup yang diselaraskan dan harmonis. Seseorang dianggap bijak hanya jika seluruh kehidupannya dibentuk oleh wawasan-wawasan yang bijak.” 

[27]“Tetapi Ia menyelamatkan orang-orang miskin dari kedahsyatan mulut mereka, dan dari tangan orang yang kuat. Demikianlah ada harapan bagi orang kedl, dan kecurangan tutup mulut.” (Ayb 5:15-16 TB LAI). 

[28]“Anak-anaknya hams mencari belas kasihan orang miskin, dan tangannya sendiri harus mengembalikan kekayaannya.” (Ayb 20:10 TB LAI). “Karena ia telah menghancurkan orang miskin, dan meninggalkan mereka terlantar; ia merampas rumah yang tidak dibangunnya.” (Ayb 20:19 TB LAI). 

[29]“Orang miskin didorongnya dari jalan, orang sengsara di dalam negeri terpaksa bersembunyi semuanya.” (Ayb 24:4 TB LAI). “Sesungguhnya, seperti keledai liar di padang gurun.mereka keluar untuk bekerja mencari apa-apa di padang belantara sebagai makanan bagi anak-anak mereka.” (Ayb 24:5 TB LAl). “Ada yang merebut anak piatu dari susu ibunya dan menerima bayi orang miskin sebagai gadai.” (Ayb 24:9 TB LAI). “Pada parak siang bersiaplah si pembunuh, orang sengsara dan miskin dibunuhnya, dan waktu malam ia berlaku seperti pencuri.” (Ayb 24:14 TB LAI). 

[30]“Karena aku menyelamatkan orang sengsara yang berteriak minta tolong, juga anak piatu yang tidak ada penolongnya. aku mendapat ucapan berkat dari orang yang nyaris binasa, dan hati seorang janda kubuat bersukaria;” (Ayb 29:12 TB LAl). “Tetapi sekarang aku ditertawakan mereka, yang umurnya lebih muda dari padaku, yang ayah-ayahnya kupandang terlalu hina untuk ditempatkan bersama-sama dengan anjing penjaga kambing dombaku. (Ayb 30:1 TB LAI). 

[31]“Bukankah aku menangis karena orang yang mengalami hari kesukaran? Bukankah susah hatiku karena orang miskin?” (Ayb 30: 25 TB LAI). 

[32]“Dia yang tidak memihak kepada para pembesar, dan tidak mengutamakan orang yang terkemuka dari pada orang kedl, karena mereka sekalian adalah buatan tangan-Nya.” (Ayb 34:19 TB LAI). 

[33]Clarence H. Benson, Pengantar Perjanjian Lama: Puisi dan Nubuat (Malang: Penebit Gandum Mas, 1983), hIm. 14.

[34]“Orang yang rendah hati akan makan dan kenyang, orang yang mencari TUHAN akan memuji-muji Diai biarlah hatimu hidup untuk selamanya!” (Mzm 22:26 TB LAI). “Orang yang tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengari Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya.” (Mzm 34: 6 TB LAI). “Segala tulangku berkata: “Ya, TUHAN, siapakah yang seperti Engkau, yang melepaskan orang sengsara dari tangan orang yang lebih kuat dari padanya, orang sengsara dan miskin dari tangan orang yang merampasi dia?” (Mzm 35: 10 TB LAI). “Orang-orang fasik menghunus pedang dan melentur busur mereka untuk merobohkan orang-orang sengsara dan orang-orang miskin, untuk membunuh orang-orang yang hidup jUjuri” (Mzm 37:14 TB LAI). “Aku ini sengsara dan miskin, tetapi Tuhan memperhatikan aku. Engkaulah yang menolong aku dan meluputkan aku, ya Allahku, janganlah berlambat!” (Mzm 40:17 TB LAI). 

[35]“Baik yang hina maupun yang mulia, baik yang kaya maupun yang miskin bersama-sama!” (Mzm 49: 2 TB LAI). “Lihatlah, hai orang-orang yang rendah hati, dan bersukacitalahi kamu yang mencari Allah, biarlah hatimu hidup kembali!” (Mzm 69:32 TB LAI). “Tetapi aku ini sengsara dan misRin ya Allah, segeralah datang! Engkaulah yang menolong aku dan meluputkan akui ya TUHAN, janganlah lambat datang!” (Mzm 70:5 TB LAI). “Janganlah biarkan orang yang terinjak-injak kembali dengan kena noda. Biarlah orang sengsara dan orang miskin memuji-muji nama-Mu.” (Mzm 74: 21 TB LAI). “Berilah keadilan kepada orang yang lemah dan kepada anak yatim, belalah hak orang sengsara dan orang yang kekurangan!” (Mzm 82:3 TB LAI). “Doa Daud. Sendengkanlah telinga-Mu, ya TUHAN, jawablah aku, sebab sengsara dan miskin aku.” (Mzm 86:1 TB LAI). 

[36]“Oleh karena ia tidak ingat menunjukkan kasih, tetapi mengejar orang sengsara dan miskin dan orang yang hancur hati sampai mereka mati” (Mzm 109:16 TB LAI). “Sebab sengsara dan miskin aku, dan hatiku terluka dalam diriku;” (Mzm 109: 22 TB LAI). “Ia membagi-bagikan, ia memberikan kepada orang miskin; kebajikannya tetap untuk seIama-Iamanya, tanduknya meninggi dalam kemuliaan.” (Mzm 112:9 TB LAI). “Perbekalannya akan Kuberkati dengan limpahnya-, orang-orangnya yang miskin akan Kukenyangkan dengan roti,” (Mzm 132:15 TB LAl). “Aku tabu, bahwa TUHAN akan memberi keadilan kepada orang tertindas, dan membela perkara orang miskin.” (Mzm 140:12 TB LAI). 

[37]Clarence H. Benson, Pengantar Perjanjian Lama: Puisi dan Nubuat, hlm. 25. 

[38]“Kota yang kuat bagi orang kaya iaIah hartanya, tetapi yang menjadi kebinasaan bagi orang melarat ialah kemiskinan.” (Ants 10:15 TB LAI). “Kekayaan adalah tebusan nyawa seseorang, tetapi orang miskin tidak akan mendengar ancaman.” (Ants 13:8 TB LAI). “Huma orang miskin menghasilkan banyak makanan, tetapi ada yang lenyap karena tidak ada keadilan.” (Ams 13:23 TB LA!). “Juga oleh temannya orang miskin itu dibenci, tetapi sahabat orang kaya itu banyak.” (Ams 14:20 TB LAI). “Siapa mengolok-olok orang miskin menghina Penciptanya; siapa gembira karena suatu kecelakaan tidak akan luput dari hukuman.” (Ants 17:5 TB LAI). “Orang miskin berbicara dengan memohon-mohon, tetapi orang kaya menjawab dengan kasar.” (Ams 18:23 TB LAI). “Lebih baik seorang miskin yang bersih kelakuannya dari pada seorang yang serong bibimya lagi bebal.” (Ams 19:1 TB LAI). “Kekayaan menambah banyak sahabat, tetapi orang miskin ditinggalkan sahabatnya.” (Ams 19:4 TB LAI). “Orang miskin dibenci oleh semua saudaranya, apalagi sahabat-sahabatnya, mereka menjauhi dia. Ia mengejar mereka, memanggil mereka tetapi mereka tidak ada lagi:’ (Ams 19:7 TB LA!). “Janganlah menyukai tidur, supaya engkau tidak jatuh miskin, bukalah matamu dan engkau akan makan sampai kenyang.” (Ams 20:13 TB LA!). “Siapa menutup telinganya bagi jeritan orang lemah, tidak akan menerima jawaban, kalau ia sendiri berseru-seru:’ (Ams 21:13 TB LAI). “Orang yang suka bersenang-senang akan berkekurangan, orang yang gemar,kepada minyak dan anggur tidak akan menjadi kaya:’ (Ams 21:17 TB LAI). “Orang kaya menguasai orang miskin, yang berhutang menjadi budak dari yang menghutangi:’ (Ants 22: 7 TB LAI). “Orang yang menindas orang lemah untuk menguntungkan diri atau memberi hadiah kepada orang kaya, hanya merugikan diri saja.” (Ants 22:16 TB LAI). 

[39]“Karena si peminum dan si pelahap menjadi miskin, dan kantuk membuat orang berpakaian com pang­camping.” (Ams 23:21 TB LAI). 

[40]“Orang miskin yang menindas orang-orang yang lemah adalah seperti hujan deras, tetapi tidak memberi makanan.” (Ams 28:3 TB LAI). “Lebih bail< orang miskin yang bersih kelakuannya dari pada orang yang berliku-liku jalannya, sekalipun ia kaya.” (Ams 28:6 TB LAI). “Orang kaya menganggap dirinya bijak. tetapi orang miskin yang berpengertian mengenal dia.” (Ams 28:11 TB LAI). “Orang benar mengetahui hak orang lemah, tetapi orang fasik tidak mengertinya.” (Ams 29:7 TB LAI). “Si miskin dan si penindas bertemu, dan TUHAN membuat mata kedua orang itu bersinar.” (Ams 29:13 TB LAI). “Raja yang menghakimi orang lemah dengan adil, takhtanya tetap kokoh untuk selama-lamanya.” (Ams 29:14 TB LAI). 

[41]“Ada keturunan yang giginya adalah pedang, yang gigi geliginya adaIah pisau, untuk memakan habis dari bumi orang-orang yang tertindas, orang-orang yang miskin di antara manusia.” (Ams 30:14 TB LAI). “BukaIah mulutmu, ambillah keputusan secara adil dan berikanlah kepada yang tertindas dan yang miskin hak mereka.” (Ams 31:9 TB LAI). 

[42]Clarence H. Benson, Pengantar Perjanjian Lama: Puisi dan Nubuat, hlm. 27-28. 

[43]“Lebih baik seorang muda miskin tetapi berhikmat dari pada seorang raja tua tetapi bodoh, yang tak mau diberi peringatan lagi.” (Pkh 4:13 TB LAI). “Karena apakah kelebihan orang yang berhikmat dari pada orang yang bodoh? Apakah kelebihan orang miskin yang tahu berperllaku di hadapan orang?” (Pkh 6:8 TB LAI). “Di situ terdapat seorang miskin yang berhikmat dengan hikmatnya ia menyelamatkan kota itu, tetapi tak ada orang yang mengingat orang yang miskin itu.” (Pkh 9:15 TB LAI). 

[44]Ludwig Kohler, Old Testament Theology (Philadelphia: Westminster Press, 1957), hIm 107 memperkuat deskripsi teologis yang akan diuaraikan “…Revelation in the works of creation, prauidence, and history shows thai God exist; ... He is alive and that He actively involves Himself in the life of man.” 

[45]Nubuatan mesianik ini pada akhirnya tergenapi di dalam Yesus Kristus sebagai Raja dari kerajaan-Nya (bdlc Yoh. 18:36,37); di mana dalam PL peringatan akan hadimya kerajaan Allah ditengarai dalam 2 cara, Otto J. Baab, The Theology Of The Old Testament (New York: Abingdon-Cokesbury Press, 1935), hIm. 195 menyimpulkan ” … First, the kingdom’s coming in the future may be due to the direct acton of God; … Secondly, the kingdom may come tJy means of the use of a personal agent of God, such as a Messiah or Servant.” 

[46]Lukas 4:18-19 telah menegaskan “Kristus juga adalah sempurna manusia”, karena itu gambaran PL bahwa Allah adalah penolong yang membutuhkan-Nya, pembela yang lemah, dan pelindung yang tertindas juga akan ditemui dalam Kristus sebagai manusia. Demikian pula orang percaya semestinya memperoleh pembahaman melalui Kristus Yesus menjadi “mahluk yang beretika”; Otto J. Baab, The Theology Of The Old Testament, hIm. 74 berpendapat “…the source of human good lies in the nature of God, not ultimately in the nature of man. Man’s very life is contingent upon this other reality; his ethics and his ethical nature are derived from it.”